Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Im. 19:1-2; 17-18; 1 Kor.16-23; Mat.5:38-48
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, lagi-lagi, hari ini, kita masih mendengar Kotbah Yesus di Bukit. Menurut para ahli tafsir Kitab Suci, Kotbah Yesus di bukit termaktub di dalam Mateus bab 5 sampai dengan bab 7. Pada kotbah hari ini, Yesus masih menyinggung tentang hukum taurat. Bila kita masih ingat, minggu lalu saya katakan pada permulaan kotbah bahwa Hukum Taurat adalah ajaran-ajaran, aturan-atruan atau hukum yang terdapat dalam Lima Kitab Pertama yakni Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan.
Taurat itu berisi 613 hukum; 365 bersifat larangan dan 248 bersifat keharusan. Hari ini, kita mendengar hukum taurat yang bersumber dari kitab Imamat sebagaimana kita dengar dalam bacaan I. Hal yang disampaikan oleh Yesus dalam bacaan injil masih berkaitan dengan pengajaran dan implementasi hukum taurat di kalangan orang-orang Yahudi.
Hari ini Yesus mengulangi untuk kedua kalinya ajaran tentang Taurat Musa karena bagi Yesus, Taurat Musa ini adalah tonggak sejarah sekaligus sebagai pedoman arah untuk mengatur hidup bersesama dengan orang lain. Maka baik minggu lalu maupun minggu ini, kotbah Yesus masih seputar hukum taurat yang berisi tentang bagaimana berperilaku terhadap sesama, terlebih-lebih peduli terhadap sesame yang menderita, miskin dan bahkan kepada orang asing. Hal ini tertulis jelas dalam Imamat 19:9-11a .
“Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya, dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu. Juga sisa-sisa buah anggurmu janganlah kaupetik untuk kedua kalinya dan buah yang berjatuhan di kebun anggurmu janganlah kaupungut, tetapi semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing;“
Dalam kutipan perikope ini, Musa terlebih dahulu menekankan kepedulian, keprihatinan,simpati dan empaty kita terhadap orang-orang miskin dan orang asing.
Dalam Perjanjian Lama, ada tiga klasifikasi orang miskin. Pertama, orang miskin menunjuk kepada orang yang berkekurangan secara materi, Kedua, menunjuk kepada orang yang mengalami penindasan secara sosial, serta yang ketiga, menunjuk kepada orang yang miskin secara rohani atau dapat pula diartikan sebagai orang berdosa. Orang miskin dapat pula diartikan secara figuratif yaitu orang yang tertindas secara sosial (miskin secara sosial), di mana orang yang mengalami penindasan secara politik, ketidakadilan hukum, serta tertekan secara mental akibat kemiskinan material. Sedangkan nabi Zefanya 3:12 dan Mazmur 69:32-33 menyatakan orang yang miskin secara spiritual adalah orang-orang yang dengan kerendahan hati berani mengakui keberdosaannya di hadapan Allah.
Sementara itu ketika bangsa Israel menerima hukum Tuhan di Gunung Sinai, orang-orang asing mendapat perhatian khusus dan perlindungan resmi. Ini penting karena para pendatang biasanya tidak memiliki keluarga besar dan jaringan sosial, yang keduanya sangat diperlukan untuk bertahan hidup di dunia purba.
Salah satu alasan yang diingatkan Allah kepada umat-Nya saat memberikan perintah ini adalah karena mereka juga pernah berada dalam situasi yang sulit itu: “Janganlah kautindas atau kautekan orang asing, sebab kamupun dahulu adalah orang asing di tanah Mesir” Orang Israel tidak boleh mengulangi kesalahan orang Mesir, dan karena itu Allah memerintahkan mereka untuk mengasihi orang asing seperti diri mereka sendiri.”
Dalam Perjanjian Baru, pengikut Yesus juga dipanggil untuk mengasihi orang lain dan menolong orang asing dengan mengedepankan humanitas, solidaritas dan hospitalitas, (keramahtamahan, kesediaan memberi tumpangan atau menerima tamu) bagi orang-orang asing.
Perintah memperlakukan orang miskin dan orang asing secara manusiawi, kemudian dirangkum dalam perintah Yesus dalam injil hari ini. “Kasihilah sesamamu manusia. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.”
Saudara-saudara yang terkasih, Dalam ajaran-Nya ini, Yesus mengajarkan sesuatu yang melampaui hukum yang berlaku di kalangan orang Yahudi, Tentu tidak mudah bagi orang Yahudi, juga bagi kita yang hidup di zaman ini. Tidak gampang memperhatikan orang miskin dan orang asing. Tidak mudah peduli kepada mereka. Walaupun berat, haruslah dicoba. Karena mengasihi sesama (teristimewa orang miskin dan orang asing) sama besarnya dengan mengasihi diri sendiri.
Pertanyaannya adalah, mengapa kita harus mengasihi mereka? Karena mereka adalah sesama. Selain itu, jawaban lain terungkap dalam bacaan II. Kepada jemaat di Korintus, Paulus mengatakan secara retoris:” Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu? Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah kamu.”
Kesimpulan Paulus tegas mengatakan:” Bait Allah itu adalah Kamu.” Bila Bait Allah itu adalah kita, maka kita memiliki kewajiban moral untuk menjaganya. Kita memiliki kewajiban moral untuk merawatnya. Cara perawatannya adalah mengikuti ajaran Yesus pada hari ini:
“Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat1 kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil. Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu. Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar.”
Dan selain itu saudara-saudaraku, haruslah kita semua sadar bahwa kita semua adalah penduduk sementara di negeri yang tidak kekal ini. Kita juga adalah orang-orang asing di bumi ini. Sebagaimana kita adalah penduduk sementara di bumi ini maka kita juga dipanggil untuk mengasihi orang-orang asing yang ada di tengah-tengah kita. Kita juga harus peduli pada kepada yang miskin.
Karena itu, mengakhiri kotbah ini saya mengutip sekali lagi Kitab Imamat: “Pada waktu kamu menuai hasil tanahmu, janganlah kausabit ladangmu habis-habis sampai ke tepinya dan janganlah kaupungut apa yang ketinggalan dari penuaianmu, semuanya itu harus kautinggalkan bagi orang miskin dan bagi orang asing.” Karena mereka semua, Anda dan saya adalah Bait Allah.***