Kej. 2:18-24; Ibr.2:9-11; Mrk. 10:2-16
Oleh : Germanus S. Atawuwur
Alumnus STFK Ledalero
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, Gereja Katolik memiliki 33 Minggu Biasa dalam satu lingkaran tahun liturgi. Namun baru pada minggu biasa ke-27 ini, bacaan-bacaan suci, terutama bacaan I dan Injil menampilkan tema tentang hidup perkawinan. Karena itu hari ini kita perlu jadikan sebagai moment untuk merefleksikan bersama panggilan hidup yang alkitabiah ini.
Dalam bacaan I dinarasikan kisah penciptaan seorang perempuan yang ditempatkan di sisi Adam. Tuhan melakukan itu tatkala Tuhan melihat bahwa betapa laki-laki itu berada dalam kesendiriannya yang sunyi. Karena itu Tuhan berfirman:” “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Lalu Tuhan membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, Tuhan mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil Tuhan dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu. Lalu berkatalah manusia itu: “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku . Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki. ” Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.
Bacaan I ini hendak menerangkan kepada kita bahwa sejak awal tatkala dunia ini dijadikan, laki-laki dan perempuan adalah satu. Tujuan penciptaan perempuan itu adalah menjadi penolong yang sepadan. Artinya, wanita diciptakan untuk menjadi rekan yang mengasihi dan menolong laki-laki. Selaku rekan ia harus bekerja sama dengan laki-laki untuk memenuhi perintah Allah, yakni berkembangbiak dan beranakcuculah. Untuk itu mereka harus menjadi satu.
Untuk menjadi satu maka seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Bahwa sejak semula Allah sendiri telah menetapkan pernikahan dan kesatuan keluarga sebagai lembaga pertama dan paling penting di bumi ini. Rencana Allah bagi pernikahan adalah satu orang laki-laki dan satu orang wanita yang menjadi “satu daging” yaitu, bersatu secara jasmaniah dan rohani. Satu Daging adalah terminologi yang digunakan untuk menolak perzinahan, poligami, homoseksualitas, perkawinan sejenis, perkawinan LGBT, dan perceraian.
Tentang perceraian ini dalam bacaan injil tadi diceritakan bahwa orang-orang Farisi datang untuk mencobai Yesus. Mereka bertanya kepada-Nya: “Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan isterinya?” Tetapi jawab-Nya kepada mereka: “Apa perintah Musa kepada kamu?” Jawab mereka: “Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai.” Lalu kata Yesus kepada mereka: “Justru karena ketegaran hatimu maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”
Bagi orang-orang Farisi, ada cukup banyak alasan untuk menceraikan istri, terlebih-lebih karena istri yang kedapatan berbuat zinah. Perceraian dalam kebudayaan Yahudi begitu mudah terjadi karena orang Yahudi menganut budaya patrialkat, di mana laki-laki menjadi superior dan dominan, sedangkan wanita dianggap sebagai mahkluk kelas dua. Mereka menjuluki wanita itu dengan sebutan Tiga R: DapuR, kasuR, sumuR. Peran dan fungsi wanita terbingkai dalam tiga R itu. Selebihnya tidak ada. Maka perceraian dimungkinkan apabila seorang istri kedapatan berzinah dengan laki-laki yang bukan suaminya.
Pertanyaan orang farisi untuk mencobai Yesus menyatakan bahwa mereka masih begitu legalistik. Hukum Musa seolah-olah begitu superior di mata mereka. Karena itu Yesus mengatakan kepada mereka bahwa hukum Ilahi jauh menguasai hukum Musa. Karena itulah Yesus sekali lagi menyadarkan orang-orang farisi bahwa apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, perkawinan katolik dewasa ini rentan juga terhadap perceraian. Apalagi hukum gereja memperbolehkan adanya pembatalan perkawinan karena suatu alasan serius (bdk. Kanon 1676-1691). Kitab Hukum Kanonik justru mengatur secara ketat alasan pembatalan sebuah perkawinan. Namun kadang manusia cukup gampang pisah ranjang yang berakhir dengan perceraian yang dipicu oleh perselingkuhan. Ada suami yang punya wanita idaman lain (wil). Ada juga istri yang punya pria idaman lain (pil). Padahal Yesus sudah ingatkan kepada suami-istri bahwa apa yang dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan manusia. Karena itu suami-istri, apapun romantika dan dinamika hidup perkawinannya, mereka harus tetap satu abadi, hingga maut memisahkan.
Mengakhiri renungan ini, saya mengutip tulisan di bawah ini sebagai refleksi kekinian kita, agar para suami istri melindungi perkawinannya.
“Berkeluarga itu Ibarat Mengopi”
“Berumah tangga itu ibarat mengopi,
takarannya tidak melulu pas.
Terkadang manisnya lebih terasa,
tetapi pada kesempatan lain mungkin pahitnya lebih dominan.
Jangan kamu hindari. Nikmati saja sampai suatu saat kamu menjadi terbiasa.
Ketika rumah tanggamu sudah jadi candu bagimu,
maka percayalah bahwa tidak ada tegukan yang lebih nikmat dari yang di luar sana.
Berumah tangga itu ibarat mengopi,
para penikmat kopi adalah orang-orang yang terlatih dalam menakar hidup.
Istri pemasak airnya, suami berasnya.
Dibutuhkan kerjasama yang cermat dari mulai proses hingga hasil.
Orang-orang di luar sana hanya boleh melihat asap yang mengepul
dan aroma wangi,
tanpa perlu tahu bagaimana berantakannya dapurmu.
Berumah tangga itu ibarat mengopi,
Kadang ada pihak ketiga yang mencampuri,
otomatis menambah gurih, tapi bisa pula sebaliknya.
Pihak ketiga, bisa saja ipar atau mertua.
Anggaplah mereka itu krimer atau susu.
Takaran mereka tentu tidak mematikan.
Namun yang perlu diwaspadai adalah campuran yang mematikan.
Racun sianida. Kalo jenis ini hampir pasti mantan, atau pengagum.
Maka buang jauh-jauh itu.
Pastikan gelasnya bersih sebelum menuang kopi yang baru.
Berumah tangga itu ibarat mengopi,
Kamu tentu tidak suka jika ada yang mencoba mengaduk kopi di gelas istrimu.
Tapi sebaliknya, coba tanyakan juga pada dirimu,
apakah kamu yakin, bahwa kamu tidak pernah menikmati adukan kopi yang lain?
Demikianlah cemburu, Akarnya adalah ketidaknyamanan
dan lebih dari itu adalah ketidakpercayaan.
Karena itu, jangan sepelekan selingkuh-selingkuh kecil,
karena ia adalah awal pengkhianatan terhadap kasih sayang. ***