Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero

Yer.31:7-9; Ibr.5:1-6; Mrk. 10:46-52

WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, adalah Bartimeus. Anak Timeus. Nama ini hanya disebut oleh penginjil Markus. Sedangkan dalam kisah yang sama, Mateus dan Lukas tidak menyebut nama ini. Berarti bagi Markus, Bartimeus dikenal khalayak Yahudi. Dia berasal dari daerah Yerikho. Dia tidak hanya dikenal sebagai yang buta matanya, tetapi juga sebagai pengemis yang duduk setiap hari di pinggiran jalan kota itu untuk mendapat belaskasihan orang lain. Yerikho terletak di lembah sungai Yordan. Kota ini nyaman ditinggali. Banyak orang penting di Yerusalem yang berlibur ke kota ini. Jadi berita di Yerikho itu cepat viral dari mulut ke mulut.

Bartimeus tentu dengar informasi tentang Yesus. Bisa jadi, ia juga sudah pernah mendengar tentang Yesus yang sudah begitu banyak menyembuhkan orang-orang disabilitas. Karena itu dia berharap, suatu saat dia dapat berjumpa dengan Yesus, Sang Tabib Agung itu untuk menyembuhkannya. Harapannya tidak sia-sia. Suatu ketika dia mendengar orang banyak berramai-ramai bertemu dengan Yesus. Dia pun tidak ingin hilang kesempatan emas itu. Karena itu dia harus menarik perhatian Yesus. Maka satu-satunya cara adalah dia berseru:”Yesus, Anak Daud, Kasihanilah Aku!”

Namun reaksi banyak orang kurang bersahabat. Malah mereka menegornya supaya dia diam. Namun semakin orang menegornya, semakin kencang ia berteriak:” Yesus, Anak Daud, Kasihanilah Aku!”Triknya ini berhasil menarik menarik perhatian Yesus. Yesus berhenti sesaat. Ia pun berkata kepada orang banyak itu:” Panggillah Dia!”Kemudian mereka pergi memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya:” Kuatkanlah hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau.”
Bartimeus tidak sia-siakan kesempatan itu. Ia pun menanggalkan jubahnya, lalu segera berdiri dan pergi mendapatkan Yesus. Perjumpaan itu terjadi dialog penuh kasih. ” Apa yang kau kehendaki suapaya Aku perbuat bagimu?” Jawabnya:” Rabuni, supaya aku dapat melihat!” Lalu kata Yesus:”Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!”Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya.

Saudara-saudaraku yang terkasih, kisah dramatis penyembuhan Bartimeus itu menyisakan sekurang-kurangnya dua pertanyaan untuk kita renungkan pada kesempatan ini. Pertama, mengapa Bartimeus memanggil Yesus dengan sebutan Yesus, Anak Daud? Apa makna teologis yang hendak diwartakan oleh Markus dalam kisah ini? Sebutan ini sebenarnya hendak menekankan dua kodrat Yesus, bahwa Yesus itu sungguh-sungguh manusia tetapi juga sungguh-sungguh ilahi. Sebagai manusia, Yesus berasal dari keturunan Daud. Secara teologis Yesus itu sungguh-sungguh Ilahi, Dia adalah Putra Allah. Maka gelar Yesus Anak Daud menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan bagi Israel yang akan mewarisi takhta leluhur-Nya, Daud yang akan memerintah, tetapi kerajaan-Nya bukan dari dunia ini, karena itu Dia akan memerintah atas kerajaan yang tidak akan pernah berakhir.
Kepada Yesus yang diimani oleh Bartimeus seperti itulah, maka ia kemudian segera mengikuti Yesus dengan sebuah keyakinan penuh, bahwa dia akan menjadi sembuh. Namun tindakannya untuk mengikuti Yesus diawalinya dengan aksi dramatikal:”menanggalkan jubahnya.”Maka muncul pertanyaan kedua mengapa pula Bartimeus harus menanggalkan jubahnya? Bukankah jubah itu adalah symbol kehormatan? Bukankah jubah itu melindungi martabat kemanusiaannya sebagai citra Allah? Tetapi mengapa pula dia harus menanggalkannya? Ternyata, penanggalan jubah erat kaitan dengan nama Bartimeus, “anak Timeus”yang memiliki arti son of the unclean. Yang berarti anak dari sesuatu yang kotor, haram, najis dan cemar. Sedangkan jubah itu sendiri adalah “jubah khusus” yang hanya dikenakan oleh orang-orang miskin untuk membedakannya dengan orang-orang biasa.
Maka makna penting yang hendak diwartakan oleh Markus adalah Bartimeus hendak meninggalkan masa lalunya yang haram, kotor, najis dan cemar. Tetapi sekalipun jubah itu bermakna kotor dan najis, tetapi jubah itu adalah satu-satunya milik yang berharga dalam hidup Bartimeus, dan itu dia tinggalkan, lalu mengikuti Yesus. Karena bagi Bartimeus, yang sudah lama mendengar siapakah Yesus itu, diam-diam bertumbuh imannya hanya kepada Dia satu-satunya penyelamat baginya dan satu-satunya kehormatan dan pe-mulia-an yang akan didapatkannya dari Yesus, Sang Penyelamat manusia. Imannya yang bertumbuh kokoh itu mendorongnya untuk sesegera mungkin bertemu dengan Yesus. Maka satu-satunya cara untuk dia segera bertemu dengan Yesus adalah berseru, – berteriak – kepada Dia, Sang Mesias. Teriakannya itu adalah suatu kemendesakan yang tidak boleh ditunda-tunda lagi. Iman mendesaknya untuk segera berjumpa dengan Sang Juru Selamat. Maka dia menanggalkan jubahnya juga sebagai symbol agar dia lebih leluasa datang menjumpai Yesus Sang Juruselamat. Tidak boleh lagi ada halangan yang merintangi perjalanannya untuk berjumpa dengan Yesus.
Melihat kerinduan imannya yang tak tertahan lagi itu, Yesus pun berkata kepada banyak orang itu :” Panggillah Dia!”Suruhan Yesus untuk memanggil Bartimeus hendak menegaskan bahwa suruhan itu mengandung keselamatan. Panggilan itu mengandung pembebasan. Panggilan-Nya itu mendatangkan kemerdekaan. Panggilan itu pula mengandung sebuah kehormatan. Panggilan yang mengandung sebuah pe-mulia-an dirinya sebagai citra Allah. Maka orang banyak itu tidak membantah suruhan Yesus. Mereka pun memanggil Dia. Akhirnya, perjumpaan Bartimeus yang sudah sedemikian lama merindu-dambakan penyembuhan total dari Sang Juru Selamat akhirnya terwujud. Harapannya yang kian lama membuncah akhirnya tergapai. Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Kerinduannya tidak hanya untuk dapat melihat saja, – tetapi lebih dari itu – ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Keputusan mengikuti Yesus menandakan bahwa Bartimeus telah masuk dalam level“manusia baru” dengan “jubah” yang baru pula.
Saudara-saudaraku, sadar atau tidak, Bartimeus adalah kita. Bahwa hingga saat ini, masih sering tergolek dalam manusia lama kita dengan berkutat mesra dengan jubah masa lampau kita. Jubah masa lampau yang membungkus kepekatan dosa-dosa kita. Dosa kesombongan. Dosa irihati. Dosa keinginan untuk menjadi lebih besar agar supaya selalu dilayani, dosa yang menggoda untuk selalu ingin mendapat tempat terhormat; dosa merindukan pangkat dan kedudukan namun hendak dicapai dengan jalan memfitnah dan menjelek-jelekan orang lain.
Ketika kita masih terbungkus dalam jubah masa silam, Yesus memanggil kita untuk datang kepada-Nya. Bila kita memutuskan untuk datang kepada-Nya maka tidak bisa tidak jubah lama harus kita tanggalkan. Kita harus mengenakan “jubah baru.” Jubah yang selalu dibarui oleh semangat Yesus yang lemah lembut dan rendah hati, yang datang untuk melayani dan bukan untuk dilayani. Jubah yang senantiasa dibarui oleh semangat Yesus yang oleh karena pelayanan-Nya, Dia memuliakan orang lain, sebagaimana Dia terlebih dahulu dimuliakan oleh Bapa-Nya:”Anak-Ku Engkau, Engkau telah Kuperanakan pada hari ini.”