Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
Ul. 6:2-6; Ibr.7:23-28; Mrk.12:28b-34



WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, dalam bacaan I dengan tegas Tuhan mengatakan:”Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan.” Pertanyaannya adalah apakah yang diperintahkan Tuhan untuk dilakukan? Yang diperintahkan Tuhan untuk diperhatikan dan dilakukan adalah:” Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.”

Konsekwensi mengasihi Tuhan yang digambarkan dalam kitab ulangan ini ialah apabila orang-orang Israel mengasihi Tuhan maka seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan Tuhan, Allahmu, supaya lanjut umurmu, supaya kamu menjadi sangat banyak, akan berdiam di negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya. Dan untuk itu diingatkan oleh Tuhan bahwa lakukan itu dengan setia.

Perintah untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu, yang dilakukan dengan setia, oleh orang-orang Yahudi disebutnya sebagai Shema Yisrael. Shema adalah salah satu doa orang Yahudi yang paling terkenal dalam Alkitab. Doa ini merupakan doa harian bagi orang Israel kuno dan masih didaraskan oleh orang Yahudi hingga saat ini. Karena Shema Yisrael dipandang sebagai doa yang paling penting untuk manusia, sehingga didoakan dua kali sehari, yaitu pada pagi dan malam hari. Mendoakan shema yisrael sehari dua kali adalah sebuah mitzvah atau perintah rohani. Inti utama dari shema yisrael itu adalah mencintai Tuhan dengan segenap hati, jiwa, kekuatan, dan akal budi. (Ul. 6:4–9, 11:13–21, dan Bil.15:37–41).

Karena Shema ini adalah doa paling penting dalam kehidupan keluarga Yahudi, maka ada sebuah tradisi yang dilakukan, yaitu mengajarkan Shema Yisrael dengan mengucapkan secara berulang-ulang oleh orang tua kepada anak-anak mereka. Jika kita melihat dalam kitab Ulangan 6:4-9, tradisi mengajarkan Taurat (atau sering disebut Shema Israel) ini menjadi sebuah tradisi yang sangat penting sebagai bentuk perjanjian dengan Allah Israel yang tidak boleh putus melainkan terus berlanjut dari generasi ke generasi dalam kehidupan bangsa Israel. Dengan jelas kita dapat melihat pola pengajaran Taurat dalam kehidupan orang Yahudi itu selalu dimulai dari keluarga. Seorang ayah atau ibu mengajarkannya secara berulang-ulang kepada anak-anaknya dan membicarakannya ketika duduk di dalam rumah, ketika sedang dalam perjalanan, ketika berbaring atau ketika bangun. Dengan demikian, Taurat itu menjadi pengajaran penting yang diajarkan melalui keluarga dari generasi ke generasi selanjutnya. Penekanan penting dari pengajaran Taurat itu adalah “diperdengarkan” secara berulang-ulang di dalam keluarga masing-masing.
Mengucapkan doa dan diamalkan sebagaimezuzah atau mitzyah atau perintah rohani memiliki konsekwensi sebagai berikut. Bahwa Tuhan akan memberikan hujan bagi tanahmu pada waktunya, hujan awal dan hujan akhir, sehingga kamu dapat mengumpulkan gandummu, anggurmu dan minyakmu. Ia akan memberikan rumput di ladangmu untuk ternakmu, dan kamu akan makan dan menjadi kenyang. Brjaga-jagalah, jangan sampai hatimu tertipu, sehingga kamu menyinmpang dan beribadah kepada allah-allah yang lain serta sujud menyembah kepadanya. Maka murka Tuhan akan menyala kepadamu dan Ia akan menutup langit sehingga tidak ada hujan, dan tanah itu tidak akan mengasilkan buah, dan kamu akan segera binasa dari tanah yang baik yang diberikan Tuhan kepadamu. Sebab itu haruslah engkau menaruh perkataan-perkataanku ini dalam hatimu dan dalam jiwamu dan haruslah engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu. Engkau harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dan membicarakannya pada waktu engkau duduk di rumahmu, pada waktu engkau berjalan di jalan, pada waktu engkau berbaring dan pada waktu engkau bangun. Engkau harus menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu, supaya umurmu dan umur anak-anakmu diperpanjang di tanah yang dijanjikan Tuhan dengan sumpah kepada nenek moyangmu untuk diberikan kepada mereka, selama langit masih ada di atas bumi.
Oleh karena pentingnya Shema Yisral sebagaimana saya terangkan di atas maka Profesor Reuven Kilmenman, seorang ahli liturgy Ibrani kuno yang terkenal di dunia mengatakan bahwa Shema memanggil umat Yahudi untuk merasakan “Cinta yang membara dari Tuhan.”Ini adalah cinta yang tak terbatas, menuntut segalanya, setiap saat, di semua tempat dan dalam semua keadaan. Tidak ada yang dikecualikan. Pikiran harus difocuskan. Kata-kata harus diucapkan, dan perbuatan harus dilakukan. Maka, bagi orang-orang Yahudi, mengucapkan Shema Yisrael harus diikuti dengan perbuatan nyata.
Lalu saudara, saudariku yang terkasih, bagaimana dengan perintah utama yang kedua? Perintah kedua muncul melalui percakapan biblis antara Yesus dan seorang ahli Taurat. “Hukum manakah yang paling utama?” Jawab Yesus: “Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”
Yesus sebagai keturunan Yahudi hendak mengatakan kepada ahli Taurat itu bahwa Dia juga tahu Shema Yisrael. Dia paham dan sedang melaksanakannya. Karena itu, setelah mendengar jawaban Yesus, ahli Taurat itu hanya mengaffirmasi jawaban Yesus. “Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia.Memang mengasihi Dia dengan segenap hati dan dengan segenap pengertian dan dengan segenap kekuatan, dan juga mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan.”
Jawaban afirmatif ahli Taurat itu secara kasat mata hanya menekankan Shema Yisrael itu. Karena itu kepadanya Yesus berkata:” Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini.”
Artinya, Yesus mau tegaskan kepada ahli Taurat itu bahwa manusia tidak hanya menaruh kasih kepada Tuhan tetapi juga kepada sesamanya. Mengasihi Tuhan musti sama nilainya dengan mengasihi Tuhan. Karena itu perlu ada sikap yang adil dari manusia, untuk mencintai Tuhan dan mengasihi manusia. Mengasihi sesama harus sama sebagaimana kita mengasihi diri sendiri. kita mengasihi orang lain karena kita melihat diri kita ada di dalam mereka itu. Karena itu takaran mengasihi Tuhan dan sesama harus sama. Kwalitasnya tidak boleh berbeda. Harus benar-benar adil dan seimbang.
Pada titik inilah kita sering tidak bisa. Karena kita lebih mencintai diri sendiri melampaui kasih kita kepada Tuhan dan sesama. Maka bacaan-bacaan suci hari ini harus terus-menerus menjadi bahan introspeksi dan refleksi kita dengan tetap ingat pada kata-kata Tuhan:” lakukan itu dengan setia!” ***