Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero
Yes. 50: 4-7; Flp.2:6-11; Mat.21:1-11
WARTA-NUSANTARA.COM-Bapa, ibu, saudara, saudari yang terksih, Minggu Palma datang lagi. Dan hari ini kita merayakannya dengan sukacita, perayaan mengenangkan Yesus diarak masuk kota Yerusalem. Maka tidak saja kita dengar lagu-lagu perarakan Hosana Putra Daud, tetapi juga lagu penyambutan Yesus yang membahana:
“Di kala Yesus disambut di gerbang Yerusalem.
Umat bagaikan lautan dengan palma di tangan
Gemuruh sorak dan sorai, Kristus Raja Damai
Yerusalem-Yerusalem, lihatlah Rajamu, Hosana Terpujilah
Kristus Raja maha jaya. Hosana terpujilah Penebus Umat manusia.
Hosana terpujilah Kristus Pembaharu Dunia.”
Perayaan Minggu Palma ini merujuk kepada peristiwa yang dicatat pada empat Injil, yaitu Markus 11:1-11, Matius 21:1-11, Lukas 19:28-44 dan Yohanes 12:12-19. Dalam perayaan ini dikenang peristiwa masuknya Yesus ke kota Yerusalem dan dielu-elukan oleh orang banyak. Masuknya Yesus Kristus ke kota suci Yerusalem adalah hal yang istimewa sebab hal ini terjadi sebelum sebelum Yesus disiksa, mati, dan bangkit dari kematian. Itulah sebabnya Minggu Palma disebut sebagai pembuka pekan suci, yang berfokus pada pekan terakhir Yesus di kota Yerusalem.
Dalam liturgi Minggu Palma, umat umumnya mendapatkan daun palem dan ruang gereja dipenuhi ornamen palem, meniru orang banyak yang mengelu-elukan Yesus dengan daun palem di tangan.Daun palem adalah simbol dari kemenangan. Daun palem ini membawa arti ke arah simbol Kristen. Daun palem digunakan untuk menyatakan kemenangan martir atas kematian. Martir sering digambarkan dengan daun palem. Kristus kerap kali menunjukkan hubungan daun palem sebagai simbol kemenangan atas dosa dan kematian. Lebih jelas lagi, hal itu diasosiasikan dengan kejayaan-Nya memasuki Yerusalem, ( Yohanes 12:12-13).
Daun palem memiliki warna hijau, hijau adalah warna dari tumbuh-tumbuhan dan musim semi. Oleh karena itu simbol kemenangan dari musim semi atas musim salju atau kehidupan atas kematian.
Saat Minggu Palma, kita melambai-lambaikan daun palem sambil bernyanyi. Hal ini menyatakan keikutsertaan kita bersama Yesus dalam arak-arakan menuju Yerusalem. Ini menyatakan tujuan yang akan dicapai pada masa yang akan datang: kota Allah, di mana ada kedamaian.
Saudara-saudaraku, pada Minggu Palma, gereja tidak hanya mengenang peristiwa masuknya Yesus ke kota Yerusalem melainkan juga mengenang akan kesengsaraan Yesus. Oleh karena itu, Minggu Palma juga disebut sebagai Minggu Sengsara. Dalam tradisi peribadahan gereja, setelah umat melakukan prosesi daun palem (melambai-lambaikan daun palem), umat akan mendengarkan pembacaan kisah-kisah sengsara Yesus yang diambil dari Injil. Hari ini, Kisah Sengsara diambil dari injil Mateus 26:4-27:66. Kisah Sengsara Yesus ini akan dibacakan ulang dalam liturgi Jumat Agung tetapi pemaknaannya berbeda. Kalau pada hari ini Kisah sengsara dibacakan untuk mengenang Yesus sebagai Raja yang masuk Kota Yerusalem untuk memulai penderitaan-Nya maka Kisah sengsara Jumat Agung yang biasanya diambil dari injil Yohanes menekankan Yesus Sang Raja itu mati sebagai Martir Agung untuk menebus dosa-dosa manusia. Jad, pembacaan kisah sengsara Yesus dalam liturgi Minggu Palma dimaksudkan agar kita mengerti bahwa kemuliaan Yesus bukan hanya terletak pada kejayaan-Nya memasuki Yerusalem melainkan pada peristiwa kematian-Nya di kayu salib, yang akan tejadi pada Jumat Agung.
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, tatkala kita mengenang penderitaan Yesus, kita disuguhkan bacaan I tentang Yesus yang digambarkan sebagai Ebed Yahwe, – Hamba Allah – yang harus rela menderita untuk keselamatan manusia, sebagaimana dilukiskan oleh nabi Yesaya:” Aku memberi punggungku kepada orang-orang yang memukul aku, dan pipiku kepada orang-orang yang mencabut janggutku. Aku tidak menyembunyikan mukaku ketika aku dinodai dan diludahi. Tetapi Tuhan ALLAHmenolong aku; sebab itu aku tidak mendapat noda. Sebab itu aku meneguhkan hatiku seperti keteguhan gunung batukarena aku tahu, bahwa aku tidak akan mendapat malu. “
Atau, oleh Paulus dilukiskannya sebagai berikut:” Walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati,bahkan sampai mati di kayu salib.“
Namun kita tahu, penderitaan Yesus tidak berhenti di atas kayu salib. Oleh karena kasih setia Allah terhadap Putra-Nya Ia pun membangkitkan-Nya. Ia memuliakan sendiri Putra-Nya. Hal ini kemudian dilukiskan oleh Paulus:” Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lututsegala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus adalah Tuhan,” bagi kemuliaan Allah, Bapa!”
Saudara-saudaraku, kisah sengsara Yesus yang baru saja kita dengar bukanlah laporan pandangan mata, melainkan sebagai narasi kesaksian orang-orang yang paham serta percaya bahwa sengsara dan wafat Yesus terjadi dalam rangka pengabdian-Nya kepada Allah Bapa-Nya untuk merekonsiliasi hubungan antara manusia dengan Bapa-Nya. Dengan ini maka Perayaan Minggu Palma menjadi sangat berarti untuk keselamatan kita yang masih berziar ah di bumi ini, manakala kita membuka gerbang hati kita masing-masing untuk menyambut Yesus masuk dan bertahkta di dalamnya. Karena itu, mengakhiri kotbah singkat saya ini, saya serukan:” Lihat, Rajamu datang kepadamu.Songsonglah Dia!!