ADVERTISEMENT
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak
Selasa, Agustus 5, 2025
No Result
View All Result
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Feature

Membangun Habitus Baru : TUGUL-GAWAK, Catatan Eksplorasi Budaya Atadei

by WartaNusantara
Februari 21, 2022
in Feature
1
Membangun Habitus Baru : TUGUL-GAWAK, Catatan Eksplorasi Budaya Atadei
0
SHARES
480
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh : Ferry Koban, Putra Atadei

WARTA-NUSANTARA.COM-Suasana pagi (Jumad, 18 Pebruari 2022) yang cukup panas di bawah sengatan sinar matahari, masyarakat Atadei dari empatbelas desa tumpah ruah di gerbang masuk Desa Atakore. Dalam balutan pakaian adat dengan kepala dihiasi ‘topi koli’, mereka berjejal menanti kehadiran Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday, untuk ‘merayakan’ secara bersama acara ‘Eksplorasi Budaya Tugul Gawak di Kecamatan Atadei, di Desa Atakore atau yang sering disebut Desa Watuwawer.

Di bawah terik mentari, para ‘duta budaya’ dari setiap desa berbaris rapi menurut asal desanya, sementara itu masyarakat kebanyakan yang datang menyaksikan acara eksplorasi budaya ini memenuhi pinggir kiri-kanan jalan dari gerbang desa menuju Lapangan Bola Kaki Desa Atakore, tempat acara eksplorasi budaya ini digelar. Suasana begitu ramai semeriah suasana hati masyarakat Atadei yang menyaksikan ‘ritual budaya Tugul Gawak dalam balutan Eksplorasi Budaya. Gerbang masuk Desa Atakore: ‘Bot Rota’Master of Ceremony, dalam kata pengantarnya di pintu gerbang menegaskan,

“Budaya memberikan atau menegaskan rasa identitas kepada suatu kelompok; budaya juga memfasilitasi komitmen terhadap sesuatu yang lebih besar, luhur dan agung dari pada sekedar kepentingan individu; budaya dapat merangkul segala perbedaan. Dalam Eksplorasi Budaya ini, kita dapat menjelajahi suatu budaya untuk mengetahui nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dan memanifestasikannya dalam hidup bersama; dan bagi Generasi Muda, eksplorasi budaya ini merupakan ruang untuk mengetahui, mempertahankan dan menghargai keberagaman budaya, warisan para Leluhur”.

Membangun Habitus Baru: TUGUL-GAWAK (1)
Eksplorasi Budaya TUGUL-GAWAK di Kecamatan Atadei, di Desa Atakore atau yang sering disebut Desa Watuwawer

Sebelum seluruh rombongan masuk ke tempat upacara, di gerbang desa diadakan sebuah upacara yang bernama “Bot Rota”. ‘Bot’ artinya memindahkan dan ‘Rota’ artinya nitu rota atau makap meber (bisa diartikan sebagai roh-roh jahat). Maksud dari upacara ini adalah menyingkirkan roh-roh jahat agar mereka tidak berada di tempat kegiatan demi menjaga keselamatan semua orang yang datang mengikuti kegiatan tersebut. Setelah seremoni ‘Bot Rota’ berakhir, Bupati Lembata dan rombongan serta seluruh utusan dari desa dan semua masyarakat yang hadir, di hantar ke tempat upacara di lapangan bola kaki dengan tarian ‘Holobeba’. Seluruh prosesi di gerbang masuk berjalan begitu lancar, khidmad dan agung pertanda Leluhur dan Nenek Moyang berada bersama dan merestui kegiatan eksplorasi budaya ini. Seremoni ‘TUGUL-GAWAK’ di ‘namang (lokasi utama kegiatan adat)’

RelatedPosts

Basreng Seribu dan Rayuan Pagi

Basreng Seribu dan Rayuan Pagi

Gaspar Sio Apelaby : Pupuk Langka, Air Bersih Sulit, Petani Lembata Merana

Gaspar Sio Apelaby : Pupuk Langka, Air Bersih Sulit, Petani Lembata Merana

Load More
Membangun Habitus Baru: TUGUL-GAWAK (2)
Tampak masyarakat lembata menggunakan kain adat saat ritual tugul gawak

Seluruh rangkaian eksplorasi budaya ‘Tugul – Gawak’ di Atadei, dilalui dengan tahap-tahap, pertama, setiap desa sudah mendahuluinya dengan seremoni ‘Durut Tuak’ (tuang tuak) di rumah adat masing-masing. Kedua, desa Atakore sebagai tuan rumah kegiatan juga sudah melakukan ritus ‘Op Kihen’ atau membebaskan lokasi agar semua orang yang datang dan nanti kembali juga dalam keadaan selamat.

Seremoni-seremoni awal baik di desa masing-masing maupun di Atakore sebagai pusat kegiatan menunjukkan bahwa ada hubungan yang erat antara orang yang hidup dengan Leluhur Nenek Moyang; bahwa bisa terjadi kerjasama antara orang yang hidup dengan Leluhur Nenek Moyang dan bahwa Leluhur Nenek Moyang yang tak kasat mata, dapat terlibat membantu, menjaga dan menyukseskan kegiatan yang dilakukan oleh orang yang hidup.

Dalam kepercayaan tradisional, orang-orang Atadei percaya bahwa yang berada di lokasi kegiatan, bukan saja ada manusia hidup yang terlihat kasat mata, tetapi juga ada Leluhur Nenek Moyang yang bersatu padu menyukseskan kegitan budaya ini. Di ‘koker/namang/rumah besar’ yang dibangun di lapangan bola kaki, dilaksanakan seremoni puncak ‘Tugul Gawak’ dengan segala simbolnya.

Apa itu ‘TUGUL-GAWAK’ ?Arti dari Tugul Gawak adalah merangkul dan mempersatukan. Tujuan dari ritus ini adalah mengumpulkan dan mempersatukan kita untuk boleh mencapai satu tujuan bersama dalam suasana persaudaraan dan kebersamaan. Dalam konteks Lembata, kita boleh bersatu hati membangun Lembata pada umumnya dan Atadei pada khususnya.

Seremoni ini didahului dengan penyerahan ‘tuak, ayam, sirih-pinang dan beras’ dari setiap desa oleh Kepala Desa masing-masing dan juga dari Bupati Lembata sebagai ‘Maguran’ (Orang Besar; Kepala Daerah) kepada pemangku adat. Seluruh pemberian itu disatukan lalu dilakukan seremoni dan diolah untuk menjadi santapan bersama.

‘Molan’ (dukun) akan memotong ayam lalu merecikkan darahnya di atas beras yang sudah disatukan dalam satu wadah. Ayam yang sudah dipotong, akan dimasak, dan ada bagian tubuh tertentu dari ayam yang diambil sebagai persembahan untuk Leluhur Nenek Moyang. Beras dan ayam yang sudah dimasak akan disantap secara bersama sebagai tanda persatuan dan persaudaraan.

Setelah itu, dukun akan melakukan ritus pembersihan dengan symbol-simbol yang telah disediakan, seperti sirih-pinang, buah kelapa muda dan kelengkapan lainnya. Maksudnya adalah bahwa jika selama ini ada tutur kata atau tindakan kita yang menyakiti orang lain, ini lah saatnya kita bertobat dan membiarkan semuanya pergi bersama terbenam matahari. Air kelapa yang direcikkan di atas semua yang hadir menandakan ketenteraman, kedamaian dan kesejukkan.

Ritus Tugul Gawak, sebenarnya merupakan kesempatan bagi kita semua untuk membangun persatuan dan persaudaraan, saling memaafkan dan bersama-sama mendapat ‘berkat dan rahmat’ dari Leluhur Nenek Moyang untuk membangun kampung halaman dalam semangat kebersamaan. Ritus ‘tugul-gawak’ mengandaikan pertobatan yakni mengubah sikap dan hati, menentukan arah dasar hidup yang baru serta menata ulang mentalitas.

Habitus Baru: ‘TUGUL-GAWAK’Yang dimaksud dengan ‘habitus’ adalah gugus insting, baik individual maupun kolektif yang membentuk cara merasa, cara berpikir, cara melihat, cara memahami, cara mendekati, cara bertindak dan cara berelasi seseorang atau kelompok.

Jika Tugul-Gawak menjadi ‘Habitus Baru’ maka persatuan dan persaudaraan harus menjadi spirit utama dalam seluruh dinamika kehidupan di setiap medan pengabdian agar tujuan bersama yang dicita-citakan dapat tercapai dalam kebersamaan. ‘Tugul-Gawak’ menjadi ‘Habitus Baru’ artinya persatuan dan persaudaraan harus membentuk cara merasa, cara berpikir, cara melihat, cara memahami, cara mendekati, cara beritndak dan cara berelasi sehingga hidup bersama menjadi sesuatu yang indah, menarik, menyejukkan, menentramkan dan saling melengkapi menuju kepenuhan sebagai manusia. Jika ini yang terjadi maka sekat-sekat primordialisme serta polarisasi kepentingan sesaat akan sirna digilas persatuan dan persaudaraan.

Karena itu, apa yang dilakukan Bupati Lembata, Thomas Ola Langoday dalam Eksplorasi Budaya ini sebenarnya ingin memperbaiki keadaban publik yang telah rusak, yang telah mengaburkan bahkan menghilangkan nilai-nilai tradisi yang sebelumnya diyakini sebagai pegangan hidup yang luhur dan meyakinkan. Nilai-nilai budaya inilah yang harus diangkat kembali, dihidupkan dan dimanifestasikan dalam kehidupan bersama demi sebuah keadaban publik baru, sebuah habitus baru. ***

WartaNusantara

WartaNusantara

Related Posts

Basreng Seribu dan Rayuan Pagi
Feature

Basreng Seribu dan Rayuan Pagi

Basreng Seribu dan Rayuan Pagi Oleh : Rifai Mukin WARTA-NUSANTARA.COM-- Pagi itu, sinar mentari lembut menyapa halaman Sekolah Dasar Islam...

Read more
Gaspar Sio Apelaby : Pupuk Langka, Air Bersih Sulit, Petani Lembata Merana

Gaspar Sio Apelaby : Pupuk Langka, Air Bersih Sulit, Petani Lembata Merana

Orang Gerindra Buat Beda, (Catatan Liburan di NTT 23/4 – 8/5 2022)

𝑴𝑬𝑴𝑬𝑺𝑨𝑵 𝑲𝑬𝑴𝑨𝑻𝑰𝑨𝑵 (𝑺𝒊𝒑𝒓𝒊 𝑨𝒕𝒂 𝑾𝒂𝒕𝒐𝒓/𝑺𝑨𝑾)

Kemarau dan Kehidupan di Tanah Tandus Ile Boleng

Kemarau dan Kehidupan di Tanah Tandus Ile Boleng

Fahmi, Si Jembatan Itu

Fahmi, Si Jembatan Itu

Palagan Sidobunder Medan Perjuangan Herman Fernandez

Nama Herman Fernandez Terukir Abadi Di Nusa Bunga dan Bumi Lamaholot

Load More
Next Post
Ketika Sebulan Mahasiswa KKN Unwira Kupang Mengabdi di Nagekeo

Ketika Sebulan Mahasiswa KKN Unwira Kupang Mengabdi di Nagekeo

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ads

Tag

mostbet mostbet UZ Sastra
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Polkam
  • Internasional
  • National

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In