Oleh : Vicky Da Gomez, Jurnalis
Kabupaten Lembata ditunjuk menjadi tuan rumah pelaksanaan Liga 3 ETMC Tahun 2022. Ini adalah untuk pertama kali Lembata menjadi tuan rumah sejak ditetapkan sebagai kabupaten otonom pada tahun 1999 El Tari Memorial Cup, sebelumnya bernama El Tari Cup, sejatinya digelar sejak tahun 1969. Artinya, dalam rentang waktu 53 tahun, untuk pertama kali pula Tropi Bergilir ETMC akan singgah dan berlabuh di Lewoleba.

Dan tropy bergilir itu kini benar-benar singgah di Kota Lewoleba. PS Malaka, yang berhak memegang tropy bergilir sejak tahun 2019, telah membawanya Rabu (7/9). Bisakah tropi bergilir itu dikandangkan di Lewoleba untuk kemudian diperebutkan pada edisi berikut di tahun 2024 ? Ini sebuah tantangan serius bagi Persebata Lembata, tim kebanggaan Bumi Sembur Paus.

Semangat Juang
Persebata Lembata tampil perdana pada tahun 1999 saat ETMC digelar di Kabupaten Ende. Semangat otonomi meresap masuk pada anak-anak Lembata. Mereka tampil gagah dalam setiap pertandingan.
Kalah menang mereka lalui dengan kepala tetap tegak. Misi utama mereka kala itu yakni memproklamirkan otonomi Lembata. Sepak bola, ETMC, antara lain media yang ampuh untuk membawa kabar otonomi.
Persebata Lembata terus ikut aktif dan berpartisipasi pada setiap perhelatan ETMC. Bahkan ketika turnamen tua itu dikolaborasikan dengan Liga 3, Persebata Lembata tidak pernah absen.
Dari sisi prestasi, Persebata Lembata boleh dibilang miskin prestasi. Jangankan menembus partai puncak, untuk menembus level 8 besar saja, masih terbilang sulit.
Terkadang Persebata Lembata harus pulang lebih awal karena gagal di penyisihan. Di waktu lain, langkah Persebata Lembata harus terhenti pada babak 16 besar.
Itu dari sisi prestasi. Tapi dari sisi lain, sisi semangat juang, Persebata Lembata punya cerita lain. Tim Sembur Paus ini, tidak pernah matinya dalam berjuang.
Lembata di dada, selalu menjadi spirit penting bagi ofisial dan pemain. Nama besar Lembata, adalah segala-galanya bagi mereka.
Semangat juang itu terimplementasi penuh ketika pasukan Persebata Lembata merumput. Laksana laskar-laskar perang, mereka tidak lelah menggedor lawan hingga pluit panjang dibunyikan.
Anak-anak Persebata Lembata tidak pernah akan menyerah di lapangan hijau. Mereka terus bergerak, mengolah bola, menekan pertahanan lawan, dan menghindari tekanan lawan.
Semangat juang, fighting spirit, itulah yang terlihat pada Persebata Lembata pada setiap edisi turnamen ETMC. Jiwa petarung, itulah modal besar mereka.
Menarik ketika edisi Liga 3 ETMC Tahun 2017 di Kabupaten Ende. Persebata Lembata datang dengan segala keterbatasan. Terbetik kabar, ofisial dan pemain jalan darat dari Larantuka menggunakan roda dua.
Mereka tidak peduli. Mereka bukan tipe duta olah raga yang suka merajuk dengan kekurangan. Justeru mereka membawa keterbatasan dalam sebuah tekad membara.

Tradisi
ETMC dalam 6 edisi terakhir selalu menjadi buah bibir. Publik NTT menggugah hasil penyelenggaraan. Diskusi menyeruak di mana-mana. Ada banyak hal positip, tapi tidak sedikit pula muncul juga nada fals.
Hanya satu soal yang jadi diskursus. Sejak tahun 2010, tuan rumah penyelenggara meraih dua sukses sekaligus: sukses ruan rumah, sukses juara. Tim tuan rumah selalu menjadi juara.
Tahun 2010 tuan rumah Kota Kupang, juara PS Kota Kupang. Tahun 2011 tuan rumah Kabupaten Sumba Barat Daya, juara Persada. Lalu tahun 2013 tuan rumah Kabupaten Manggarai Barat, juara Persamba Mabar.
Selanjutnya pada tahun 2015 tuan rumah Kabupaten Sikka, juara Persami Maumere. Tahun 2017 tuan rumah Kabupaten Ende, juara Perse Ende. Dan terakhir tahun 2019 tuan rumah Kabupaten Malaka, juara PS Malaka.
Enam periode ini seperti sudah menjadi semacam tradisi. Tidak bisa disangkal. Fakta dan realitasnya memang demikian adanya.
Penikmat prestasi puncak ETMC seolah-olah hanya sebuah peralihan juara dari tuan rumah yang satu ke tuan rumah berikutnya.
Gugahan publik pun mengalir. Apalagi kalau melihat fakta-fakta pertandingan. Publik dengan gampang dan subjektif membandingkan kuakitas teknis dan torehan prestasi tim tuan rumah.
Tidak heran jika muncul kecurigaan terhadap tuan rumah selaku panitia pelaksana dan tim tuan rumah. Bisa saja ada dugaan panitia pelaksana memainkan intervensi-intervensi kepada perangkat pertandingan. Paling konyol adalah dugaan penyuapan.
Dalam nada lain, tim tuan rumah yang kemudian keluar sebagai champion, bisa disebut pantas menerimanya. Persiapan teknis yang matang, tentu saja jadi alasan tersendiri.
Faktor lain yaitu dukungan pemain ke-12. Keuntungan tim tuan rumah yakni dukungan besar dari supporter. Dukungan supporter memberikan gairah lebih kepada pemain yang sedang merumput.
Persami Maumere 2015 pernah merasakan bagaimana daya magis dukungan melalui Persamimania. Begitu juga Perse Ende 2017.

Beban Lembata
Kabupaten Lembata menjadi tuan rumah pada edisi XXXI Tahun 2022. Bisakah Persebata Lembata dibawah asuhan Pelatih, Hasan Haju Wahar mempertahankan tradisi tuan rumah juara? Ataukah malah tradisi itu harus patah?
Semua tim peserta Liga 3 ETMC Tahun XXXI tentu saja memiliki keinginan kuat untuk merengkuh tropy bergilir.
Lihat saja psywar yang terjadi saat welcome party di Rumah Jabatan Bupati pada Kamis (8/9) malam. Hampir semua tim, dengan cara dan gaya masing-masing, bertekad membawa pulang piala bergengsi itu.
Persebata Lembata sebagai tim tuan rumah, tentu juga dibayang-bayangi keinginan yang sama. Malah, keinginan tersebut terasa lebih kuat dari peserta lainnya.
Keinginan yang kuat ini juga menjadi beban tersendiri. Karena bagaimana pun, sebuah keinginan tidak bisa diwujudkan jika tidak dilalui dengan kerja keras.
Momentum menjadi tuan rumah, tentu saja sebuah kesempatan paling berharga. Dan ini sejalan dengan motivasi yang digelorakan Penjabat Bupati Lembata.
Setidaknya terdapat 4 sukses yang dicanangkan: sukses penyelenggaraan, sukses prestasi, sukses ekonomi, dan sukses akuntabilitas.
Sukses prestasi, tidak lain tidak bukan yakni sebuah dorongan dan motivasi agar Persebata Lembata tampil sebagai juara.
Persebata Lembata menjawab serius sukses prestasi. Mereka sadar betul kerinduan hampir 150 ribu warga Bumi Sembur Paus. Karena itu sejak jauh-jauh hari Persebata Lembata sudah menyiapkan diri.
Kesiapan Persebata Lembata menjadi blunder ketika terjadi kemelut yang serius pada tubuh tim tuan rumah. Sialnya kemelut itu muncul persis menjelang seremoni pembukaan Liga 3 ETMC XXXXI.
Pelatih Kepala hengkang. Dia angkat kaki dari Tanah Lembata. Dia memboyong pulang 7 pemain yang dibawanya dari luar daerah.
Kemelut Persebata Lembata kemudian memantik pergunjingan publik di daerah itu. Timbul pro kontra. Muncul berbagai reaksi spontan. Marah, jengkel, kesal, prihatin, bercampur ramai pada benak pencinta Persebata Lembata.
Syukur bahwa dalam waktu sekejap Persebata Lembata bisa segera keluar dari kemelut. Pelatih Kepala yang baru pun segera didatangkan.
Persoalannya kemudian tentu saja tidak segampang itu. Karena bagaimana pun kemelut tersebut akan terus membekas dan menjadi cerita yang tidak mengenakkan.
Di tengah problema seperti ini, publik Lembata tentu saja terus menaruh harapan besar agar Persebata Lembata bisa menjawab tuntas sukses prestasi. Nah, sanggupkah?
Persebata Lembata pasca kemelut, harus benar-benar menatap ke depan. Kembalkan daya juang yang terkenal itu. Pluit panjang sebentar lagi akan dibunyikan. Genderang perang siap ditabuh.***