Polda NTT Jangan Berpihak Dalam Kasus Pengrusakan Mangrove Oleh Bupati Alor”
KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM-Ketua Tim Pembela Demokrasi Indonesia Wilayah NTT /TPDI-NTT/Advokat Peradi/Kuasa Hukum Sius Djobo, , Meridian Dewanta SH., menegaskan, “Selaku Kuasa Hukum dari Sius Djobo maka kami patut meminta agar Polda NTT sungguh-sungguh profesional dan jangan berpihak dalam pengusutan dugaan pengrusakan mangrove yang dilakukan oleh Bupati Alor Amon Djobo di pesisir pantai Aikoli atau Welay, Kecamatan Teluk Mutiara – Kabupaten Alor”.
Menurut Meridian Dewanta, sebagaimana dalam rilis yang diterima Warta-Nusantara.Com, Rabu, 19/4/2023 mengatakan, dugaan pengrusakan mangrove yang dilakukan oleh Bupati Alor Amon Djobo itu telah dilaporkan di Polda NTT oleh Klien kami Sius Djobo pada tanggal 6 Desember 2022, dan minggu lalu pihak Polda NTT menyatakan sejauh ini telah melakukan penyelidikan dengan kesimpulan bahwa lahan memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM) dan tidak masuk dalam kawasan hutan, lalu untuk menguatkan hal tersebut Polda NTT berencana masih akan memeriksa BKSDA Kabupaten Alor.
Kami berharap BKSDA Kabupaten Alor dapat memberikan keterangan yang
akuntabel dan transparan, sehingga kelak Polda NTT tidak ragu-ragu menerapkan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, yang pada Pasal 35 huruf (f) dan (g) menyatakan : “Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang :
(f). melakukan konversi Ekosistem mangrove di Kawasan atau Zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis Pesisir dan Pulau-pulau kecil;
(g). menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain“.
Jika larangan tersebut dilanggar, maka sanksi berat menanti bagi para pelaku, yaitu sesuai Bab 17 tentang Ketentuan Pidana Pasal 73 ayat (1) huruf (b) : “Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) setiap orang yang dengan sengaja : (b). menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove, melakukan konversi Ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf e, huruf f, dan huruf g.”