Oleh : Wilem Leuweheq
WARTA-NUSANTARA.COM–Tertarik saja dengan bacaan Injil Harian Sabtu, 29 Juli 2023 di mana gereja Katolik juga merayakan pesta santa Marta, Maria dan Lazarus. Muncul begitu saja dalam pikiran kata-kata ini: “timing untuk berubah”. Terkait dengan Injil hari ini, maka pesan yang saya dapatkan adalah kehadiran Yesus yang menghentak kesadaran akan keterpurukan dan membangkitkan harapan akan kehidupan yang lebih baik.
Kehadiran Yesus adalah saatnya untuk berubah. Lebih dari pesan singkat ini kemudian muncul beberapa pertanyaan di benak tentang perubahan: mengapa berubah, untuk apa berubah dan kapan berubah atau timing berubah.
Mengapa berubah?. segalah sesuatu pasti berubah. Yang tidak berubah hanyalah perubahan itu sendiri. Ungkapan tua ini menunjukkan kefanaan segalah yang ada di bawah kolong langit.
Perubahan itu pasti, sama pastinya dengan kematian, karena itu perubahan tidak boleh ditakutkan bahkan sebaliknya harus mempersiapkan diri untuk berubah atau menghadapi perubahan. Dalam keseharian sering kita mengalami atau merasakan kehidupan yang stagnan, yang berjalan di tempat, merasa seperti tak kunjung menjadi lebih baik. Bahkan lebih buruk dari stagnan kita merasakan kondisi terpuruk, karena kegagalan, kedukaan, atau terhempas dari suatu persaingan.
Kondisi yang stagnan atau terpuruk terjadi dalam kehidupan pribadi ataupun sosial dengan beragam penyebabnya seperti penyakit, bencana alam, ataupun ketidakmampuan pranata pranata sosial termasuk institusi pemerintahan dan stakeholdersnya dalam menciptakan ruang kehidupan yang kondusif. Dalam kalimat yang lebih singkat: perubahan itu disebabkan oleh masalah. Dan salah satu masalah terbesar yang menghambat perubahan adalah kurangnya kemampuan reflektif untuk melihat dan menyadari adanya masalah dalam kehidupan.
Tujuan perubahan yang direncanakan umumnya untuk mendapatkan atau mengalami kehidupan yang lebih baik. Kecuali rencana untuk peperangan, teror ataupun aksi kejahatan lainnya akan mendatangkan perubahan yang merusak, menghancurkan dan mematikan. Atau perubahan yang tidak mendatangkan kebaikan bagi kehidupan bersama (bonnum communae). Pada dasarnya perubahan mengambil bentuk proses dan tujuan atau akibat. Bagi pribadi-pribadi atau orang per orang, hasil dari perubahan diharapkan berupa sukses, kedewasaan, kematangan, kesejahteraan, kebahagiaan. Bagi institusi/organisasi, perubahan diharapkan menghasilkan optimalisasi kinerja layanan, kepuasan pelanggan dan kebaikan bersama.
Kapan saatnya memulai perubahan mungkin merupakan pertanyaan yang paling banyak mendapatkan tantangan. Tidak hanya karena kesiapan baik manusia maupun dukungan infrastruktur dan suprastruktur yang memungkinkan adanya perubahan tapi juga yang paling mendasar adalah karena perubahan itu terus berjalan tanpa kompromi maka semestinya tidak boleh ada pertanyaan kapan memulai karena setiap saat perubahan itu dimulai.
Namun dalam konteks kehidupan pribadi dan bersama dan yang sudah menyadari adanya masalah, pertanyaan ini relevan untuk memantik kemauan melakukan, merespons atau menerima perubahan dalam rangka perbaikan. Setiap pribadi atau institusi atau lembaga dapat memanfaatkan apa saja yang ada di sekelilingnya atau dalam dirinya sebagai pemicu atau timing untuk melakukan perubahan.
Ada juga kondisi dari luar yang tidak terduga, yang datang sebagai “given/terberi” (berkat/rahmat Tuhan) yang memicu terjadinya perubahan. Misalnya perubahan cuaca yang baik, perubahan struktur atau perubahan pimpinan yang terjadi di luar kendali kita tetapi sanggup menjadikan banyak hal berubah.
Agar menjadi lebih fokus saya ingin menyebutkan bahwa Kabupaten Lembata saat ini sedang mengalami “timing” untuk berubah dengan kehadiran Penjabat Bupati Bapak Drs. Matheos Tan, MM.
Dengan asumsi (memang kenyataannya) bahwa penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan layanan kemasyarakatan lainnya yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat (Kemendagri) sudah jauh lebih bagus dan memuaskan yang salah satu pelakunya adalah Bapak Matheos, maka kehadirannya di Lembata harus dilihat sebagai “berkat” untuk melakukan perubahan.
Ini memang kesan atau harapan awal saya tiga bulan lalu saat kedatangan Bapak Penjabat Bupati. Dan saat ini ketika mengalami kerja-kerjanya, saya harus tegas mengatakan bahwa inilah “timing” untuk berubah minimal dalam tubuh birokrasi pemerintahan Lembata. Dan berharap saja pada akhir masa jabatannya nanti etos kerja ASN dan pelayan publik lainnya di Lembata sudah semakin memenuhi ekspektasi bersama.
Beberapa contoh yang ingin saya sebut. Pertama Ketelitian dan kecermatan dalam melihat Tata Naskah Dinas. Ternyata pada Tata Naskah tidak hanya mengedepankan soal-soal teknis pengetikan, pengaturan kertas dan tetek bengeknya. Namun kepatuhan pada tata naskah sanggup melatih staf untuk bekerja fokus untuk menghindari kesalahan yang tidak perlu, membangun cara berpikir yang teratur, logis dan menjaga koherensi pikiran dari satu substansi ke substansi lainnya.
Kedua, Disiplin. Untuk ini tidak hanya dengan teladan masuk kantor, memulai rapat-rapat atau event seremonial tepat waktu, tetapi lebih dari itu melakukan sidak dan merencanakan adanya perangkat pengawasan serta insentif untuk pegawai. Karena disiplin berpengaruh terhadap kinerja dan kinerja pada saatnya harus berimbang dengan insentif.
Ketiga, Kepatuhan pada regulasi. Dengan keyakinan bahwa setiap regulasi bertujuan baik maka konsistensi dan komitmen pada regulasi akan memicu pikiran positif terhadap setiap aktivitas layanan pemerintahan. Dengan demikian setiap permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan harus diselesaikan dalam kerangka regulasi.
Karena setiap toleransi terhadap regulasi akan menarik mundur konsistensi dan meragukan komitmen perubahan. Keempat, Terlibat sampai ke dalam. Frase ini saya pilih untuk mengungkapkan aktivitas seperti memberikan briefing langsung kepada staf, komunikasi-komunikasi langsung dengan staf, terlibat dalam pembahasan teknis bersama pimpinan dan staf termasuk proses distribusi dan alokasi anggaran bersama TAPD.
Keterlibatan seperti ini diharapkan menanamkan cara pikir dan pola tindakan yang lebih berorientasi pada kepentingan publik. Memang tidak mudah menginisiasi perubahan. Namun jika stakeholders Lembata ini bersepakat maka sekarang ini adalah saatnya untuk berubah.
Lamahora, 29 Juli 2023.