• Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak
Senin, November 3, 2025
No Result
View All Result
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Uncategorized

URGENSI PEMBENTUKAN KOMISI INFORMASI DAERAH DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENGAWASAN PENYELENGGARAAN NEGARA

by WartaNusantara
Oktober 7, 2021
in Uncategorized
0
Kotbah Minggu Paskah VI : “AKU TELAH MENETAPKAN KAMU”
0
SHARES
128
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh : Germanus S. Atawuwur

ABSTRAK

                        WARTA-NUSANTARA.COM-Lahirnya Komisi Informasi sebagaimana yang dimandatkan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 adalah Tonggak Sejarah yang perlu dicatat oleh negeri ini. Karena ia menjadi awal baru penyelenggaraan negara, setelah lebih dari tiga puluh tahun penyelenggaraan negara berada dalam prinsip seluruh informasi publik adalah rahasia negara kecuali yang terbuka. Namun setelah Undang-Undang ini disahkan, paradigma tersebut bergeser menjadi seluruh informasi publik adalah terbuka dan dapat  diakses masyarakat kecuali informasi publik yang dikecualikan. Akses informasi  merupakan  dasar  bagi  kehidupan  demokrasi yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. 

                        Rakyat berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih (good governence and clean governence).Akses masyarakat terhadap informasi publik sebagai pemenuhan hak asasinya. Sebagai Hak Asasi Manusia, hak ini harus dihormati, dilindungi oleh negara dan pemerintah.

Kata Kunci: HAM, Komisi Informasi dan Penyelenggaraan Negara yang baik dan bersih.

RelatedPosts

Putra NTT Dr. Karolus Lando Pimpin Audit 16 Bandara di Indonesia

Putra NTT Dr. Karolus Lando Pimpin Audit 16 Bandara di Indonesia

Kakek 72 Tahun Setubui Dua Pelajar Kakak Beradik

Kakek 72 Tahun Setubui Dua Pelajar Kakak Beradik

Load More
  1. PENDAHULUAN
  1. LATAR BELAKANG

Deklarasi   Universal   Hak   Asasi   Manusia  (DUHAM)PBB Bab 19 mengatur tentang hak manusia, menyatakan bahwa:“Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan mengemukakan    pendapat    dan    gagasan; hak  ini  mencakup  hak  untuk  memegang pendapat tanpa campur tangan, dan mencari, menerima    dan    menyebarkan    informasi dan  gagasan  melalui  media  apapun  tanpa mempertimbangkan garis batas negara.”

Selain  itu,  salah  satu  bagian  dari  substansi HAM yang telah diakui oleh PBB sebagai bagian dari  HAM  sejak  generasi  pertama  adalah  Hak atas kebebasan memperoleh informasi. PBB sejak tahun 1946 telah mengadopsi Resolusi 59 ayat (1) yang menyebutkan bahwa:“Kebebasan   informasi   adalah   hak   asasi yang fundamental dan merupakan tanda dari seluruh  kebebasan  yang  akan  menjadi  titik perhatian   PBB”

Kebebasan informasi merupakan salah satu HAM yang sangat penting, sebab kebebasan tidak  akan  efektif  apabila  seseorang  tidak memiliki  akses  terhadap  informasi.  Akses informasi  merupakan  dasar  bagi  kehidupan demokrasi,  oleh  karenanya  tendensi  untuk menyimpan    informasi    dari    masyarakat haruslah diperhatikan.”1

                Di Indonesia, hak untuk mendapatkan informasi diatur dalam Pasal 28F Undang-Undang Dasar 1945,“ Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” 2

Hak untuk  mendapatkan informasi lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Undang-Undang tersebut memandatkan kepada pemerintah untuk membentuk Komisi Informasi sebagai lembaga mandiri  yang berfungsi  menjalankan Undang-Undang ini  dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar  layanan informasi  publik dan menyelesaikan Sengketa Informasi  Publik melalui  Mediasi  dan / atau Ajudikasi non litigasi. Perintah pembentukan ini terdapat dalam Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 yang menyatakan bahwa:” Komisi  Informasi  terdiri atas Komisi  Informasi  Pusat,  Komisi Informasi  Provinsi,  dan jika dibutuhkan Komisi  Informasi kabupaten/ kota.3

________________________________

  1. Eko Noer Kristiyanto.,Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 2, Juni 2016 : 231 – 244
  • Permata Press., Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen I,II,II & IV., Juni 2001
  • Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

Dalam usia lebih dari satu dasawarsa ini, apakah Komisi Informasi sudah terbentuk pada semua daerah, baik pada 34 provinsi maupun pada514 kabupaten / kota? 4

Menurut data pada Komisi Informasi  Pusat, Komisi Informasi sudah terbentuk pada 34 provinsi se-Indonesia dan untuk komisi informasi di tingkat kabupaten/kota baru terbentuk pada tiga (3) Kabupaten dan satu (1) kota. 5

Di Provinsi Nusa Tenggara Timur, Komisi Informasi terbentuk pada tanggal 29 Agustus 2019, ditandai dengan pelantikan komisioner Komisi Informasi Periode 2019 – 2023 oleh Gubernur Nusa Tenggara Timur, setelah keluarnya Surat Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur, Nomor 287/KEP/HK/2019 tentang Anggota Komisi Informasi Provinsi Nusa Tenggara Timur.6

Walaupun sudah dua tahun Komisi Informasi Provinsi Nusa Tenggara Timur sudah terbentuk namun hingga kini, belum satu pun Komisi Informasi Kabupaten / Kota terbentuk. Hal ini terjadi karena adanya kekaburan hukum pada pasal 24 ayat (1) dan

Merujuk pada fakta di atas maka penulis memilih judul URGENSI PEMBENTUKAN KOMISI INFORMASI DAERAH DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENGAWASAN PENYELENGGARAAN NEGARA.

  • RUMUSAN MASALAH.

     Mengacu pada latar belakang di atas maka rumusan masalah dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Bagaimana Relevansi Pembentukan Komisi Informasi Daerah dengan Penyelenggaraan Negara?

________________________

4. http://id.wikipedia.org

5. http://komisiinformasi.go.id

6. Surat Keputusan Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur

  • METODE PENULISAN

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kepustakaan yang bersifat normatif. Metode ini pada    dasarnya    meneliti    kaidah-kaidah  hukum  dan  asas-asas  hukum yang memiliki relevansi terhadap hak untuk mendapatkan informasi.  Berdasarkan metode ini, penulis melakukan analisis kritis terhadap Pasal 24 ayat (1) tentang pembentukan Komisi Informasi di Kabupaten/Kota yang sifatnya tidak imperatif dan dikomparasi dengan Ketentuan Peralihan pada Pasal 59 yang secara imperatif mengatur pembentukan Komisi Informasi Provinsi tetapi tidak mengatur pembentukan Komisi Informasi Kabupaten/Kota. 

Penulisan normatif ini mengacu pada tiga sumber, yakni:

  1. Sumber Primer

Sumber primer yang dimaksudkan adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hak untuk mendapatkan informasi publik bagi masyarakat. Bahan  hukum  primer  yang  dimaksud adalah   Undang-Undang   Dasar   1945,   Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.   peraturan   pemerintah,   dan   peraturan perundangan lainnya.

  • Sumber Secunder

Sumber sekunder   yang dimaksud  adalah  doktrin,  ajaran  para  ahli,  hasil karya  ilmiah  para  ahli, dan berita-berita

  • Sumber Tertier

Merupakan jurnal yang berisi pendapat para peneliti Indonesia, teristimewa yang membahas khusus tentang Keterbukaan Informasi Publik dalam relevansinya dengan pelayanan publik yang dapat dijumpai dalam surat-surat kabar dan situs-situs internet yang relevan dengan judul tulisan ini. 

  1. PEMBAHASAN
  2. HAK UNTUK TAHU ADALAH HAM

Pasca reformasi, Indonesia melakukan empat kali amandemen Undang-Undang Dasar 1945. Terhitung sudah empat kali bangsa ini melakukan amandemen, yakni Amandemen I 19 Oktober 1999, Amandemen II 18 Agustus 2000, Amandemen III 10 November 2001 dan Amandemen IV 10 Agustus 2002.Pada Amandemen yang kedua tanggal 18 Agustus 2000, ditambah Bab XA yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia. 7

Salah satu hak asasi manusia yang diatur pada pasal 28F adalah bahwasetiap orang berhak untuk berkomunikasi  dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan  segala jenis saluran yang tersedia. 8

Hak asasi ini telah diatur juga dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2).  Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Ayat (1) mengatakan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya.Sedangkan pada ayat (2) diatur bahwa setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yangtersedia.9

Dari kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa amandemen Pasal 28F merujuk pada Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor Nomor 39 Tahun 1999. Dua pasal ini secara eksplisit menyatakan bahwa hak untuk mendapatkan informasi adalah hak asasi. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat padahakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan YangMaha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dansetiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat danmartabat manusia.” 10

___________________________

7. Ibid., hal. 197

8. Op.cit., hal.199

9. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

10. Ibid., hal 1

Mendapatkan informasi adalah salah satu dari hak asasi manusia, maka hak itu wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah. Maka salah satu bentuk perlindungan hak asasi  dari pemerintah adalah membuka kran informasi seluas-luasnya bagi masyarakat karena masyarakat memiliki hak untuk tahu.

Hak masyarakat untuk tahu, dalam hubungan dengan penyelengaraan negara diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. 

  1. menjamin hak warga negara untuk mengetahui  rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; 
  2.  mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik;
  3. meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik;
  4. mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan;
  5. mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;
  6. mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
  7. meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi dilingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layananinformasi yang berkualitas. 11

______________________________

11. Op.cit., hal. 4

  • PEMBENTUKAN KOMISI INFORMASI PROVINSI NTT.

Pasca Undang-Undang KIP disahkan tanggal 30 April 2008, pada pasal 59 mengatur bahwa Komisi Informasi provinsi harus sudah dibentuk  paling lambat 2 (dua) tahun  sejak diundangkannya  Undang-Undangini. Berdasarkan perintah pembentukan ini maka pemerintah provinsi seluruh Indonesia memulai  pembentukan Komisi Informasi di setiap provinsi, tak terkecuali di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Di Provinsi kepulauan ini, komisi informasi terbentuk pada tanggal 28 Agustus 2019, ditandai dengan pelantikan Komisioner Komisi Informasi oleh Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur, Drs. Yosef Nai Soi.

Para Komisioner Periode Perdana yang dilantik adalah:

  1. Pius Rengka, SH., M.Si
  2. Maryanti H. Adoe., SE., M.Si
  3. Agustinus Lede Bole Baja, S. Sos
  4. Ichsan Arman Pua Upa, SKM
  5. Daniel Tonu, SE., M.Si.12

Komisioner periode perdana ini menjabat selama empat (4) tahun  terhitung sejak tanggal pelantikan 28 Agustus 2019 sampai dengan 28 Agustus 2023 (bdk. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008).Namun Setahun kemudian, Ketua Komisioner Provinsi Nusa Tenggara Timur, Pius Rengka, SH., M.Si, ditarik menjadi Staf Khusus Gubernur.  Oleh karena itu maka Bapak Drs. Germanus Attawuwur menggantikan beliau melalui proses Pergantian Antar Waktu (PAW) sebagaimana diamanatkan pada Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008.

Terbentuknya Komisi Informasi Provinsi Nusa Tenggara Timur bertujuan untuk melaksanakan Undang-Undang ini. Di samping itu juga melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana diatur dalam Pasal 26 dan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008.

Berdasarkan kronologi pembentukan Komisi Informasi di atas dapat disimpulkan bahwa selama satu dasawarsa  pasca Undang-Undang KIP disahkan, komisi ini baru terbentuk. Komisi ini terbentuk pada pemerintahan Gubernur Drs. Viktor Bungtilu Laiskodat danWakil Gubernur Drs. Yosef Naisoi. Terbentuknya komisi ini dilihat sebagai era terbukanya pintu informasi.

Gubernur hendak mempraktekan  penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis yakni pemerintahan dari rakyat, oleh  rakyat dan untuk rakyat. 

Political will dari gubernur NTT dengan menghadirkan Komisi Informasi Publik tentunya memberikan jaminan terhadap semua orang untuk memperoleh informasi publik dalam rangka mewujudkan serta meningkatkan peran serta aktif masyarakat dalam penyelenggaraan negara, sehingga terwujudnya tata kelolah pemerintahan yang baik dan bersih.

 Mengingat betapa pentingnya kehadiran Komisi Informasi ini maka diharapkan agar lembaga ini berkontribusi untuk menjembatani gap antara partisipasi publik dalam rangka untuk mengawal dan mengawasi penyelenggaraan negara. Diharapkan agar hadirnya lembaga ini dapat mendorong masyarakat  untuk menjadi lebih demokratis dengan memungkinkan adanya akses masyarakat terhadap informasi publik yang dimiliki oleh pemerintah daerah maupun lembaga-lembaga publik  non pemerintah. Oleh sebab itu Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik membawa perubahan paradigma dari pemerintahan yang tertutup menuju pemerintahan yang terbuka. Pada masa Orde Baru sampai pada sebelum lahirnya Undang-Undang KIP,  seluruh informasi publik adalah rahasia negara kecuali yang terbuka, namun setelah Undang-Undang ini disahkan paradigma tersebut bergeser menjadi seluruh informasi publik adalah terbuka dan dapat  diakses masyarakat kecuali informasi publik yang dikecualikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (4) UU No.14 Tahun 2008.

Mengingat betapa pentingnya kehadiran Komisi Informasi ini maka diharapkan agar lembaga ini berkontribusi untuk menjembatani gap antara partisipasi publik dalam rangka untuk mengawal dan mengawasi tata kelolah pemerintahan yang baik dan bersih. Hadirnya lembaga ini dapat mendorong masyarakat  untuk menjadi lebih demokratis dengan memungkinkan adanya akses masyarakat terhadap informasi yang dimiliki oleh pemerintah maupun non pemerintah seperti Partai Politik, NGO Internasional dan Lokal, Perguruan Tinggi Swasta dan Negeri serta BUMN dan BUMD..

  • URGENSI PEMBENTUKAN KOMISI INFORMASI DAERAH DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENGAWASAN PENYELENGGARAAN NEGARA.

                 Daerah yang dimaksudkan penulis adalah Kabupaten / Kota.  Penulis memfokuskan perhatian pada Kabupaten/Kota dalam konteks pembentukan komisi informasi sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (1). Pasal itu mengatur bahwa:” Komisi  Informasi  terdiri atas Komisi  Informasi  Pusat,  Komisi Informasi  Provinsi ,  dan jika dibutuhkan Komisi  Informasi kabupaten/ kota. 

( 2)  Komisi  Informasi  Pusat  berkedudukan di  ibu kota Negara. 

( 3)  Komisi  Informasi  provinsi berkedudukan di  ibu kota provinsi.

Sementara itu pada Pasal 59 dalam Ketentuan Peralihan dikatakan bahwa  Komisi Informasi  provinsi harus sudah dibentuk  paling lambat  2 ( dua)  tahun  sejak di undangkannya  Undang- Undang ini . 

Dalam usia lebih dari satu dasawarsa ini, menurut data pada website Komisi Informasi  Pusat, Komisi Informasi di daerah sudah terbentuk pada 34 provinsi se-Indonesia. Sedangkan  untuk komisi informasi di tingkat kabupaten/kota baru terbentuk pada tiga (3) Kabupaten dan satu (1) kota dari 514 kabupaten/kota di Indonesia.

Menurut penulis, kebanyakan pemerintah daerah kabupaten/kota tidak membentuk  komisi informasi di daerah dipicu secara sistematis oleh dua pasal berikut ini, yakni:

a). Pasal 24 ayat ( 1) pembentukan komisi informasi kabupaten/kota jika dibutuhkan. Ayat ini tidak memiliki imperasi yang kuat, bahkan terkesan altenatif fakultatif. Dampaknya adalah kepala-kepala daerah merasa tidak terikat secara hukum untuk membentuk komisi informasi di daerah kabupaten/kota.  Jadi pasal itu perlu direvisi bahwa komsisi informasi wajib dibentuk di daerah kabupaten/kota. Selain itu perlu dimasukan pasal baru yang mengatur sangsi hukum bagi kepala daerah yang tidak membentuk komisi ini.

b). Pasal 29 ayat (6) yang mengatur bahwa Anggaran Komisi   Informasi  Pusat  dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara,  anggaran Komisi Informasi provinsi  dan/ atau Komisi  Informasi  kabupaten/ kota dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah  provinsi dan/ atau anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan.  Pemerintah daerah kabupaten/kota berdalih bahwa daerah tidak mempunyai anggaran untuk membentuk dan “menghidupi” komisi ini. 

Bila pemerintah daerah bersembunyi di balik alasan ini maka mereka tidak memiliki political willyang baik untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik dan bersih. Karena itu maka perlu komitmen moral yang tinggi dari pemerintah daerah untuk membentuk komisi ini karena apabila dalam proses pengawasan masyarakat terhadap tata kelola pemerintahan ada sengketa informasi maka komisi informasi hadir dengan kewenangannya untuk menyelesaikan sengketa informasi tersebut. Maka sejatinya kehadiran komisi informasi menjadi begitu urgen.

III. KESIMPULAN  DAN SARAN

  1. KESIMPULAN

Setelah diuraikan di atas maka dapat disimpulkan ada kekaburan, inkonsistensi dan kelemahan hukum pada Pasal 24 ayat 1. Kekaburan, inkonsistensi dan kelemahan hukum yang berdampak pada multi tafsir  pada pasal ini dipertajam dalam Peraturan Peralihan pada pasal 59 yang hanya memerintahkan pembentukan Komisi Informasi Provinsi. Sedangkan tidak ada perintah pembentukan komisi informasi pada kabupaten/kota. Artinya ada kekosongan hukum pada Peraturan Peralihan. Adanya kekaburan, inkonsistensi, kelemahan dan bahkan kevakuman hukum pada Pasal 24 ayat (1) dan Pasal 59 berakibat pada  tidak dibentuknya komisi informasi di kabupaten/kota oleh pemerintah daerah.

Ketiadaan Komisi Informasi di Kabupaten/Kota dengan segala fungsi dan kewenangannya berpotensi terjadi penyelenggaraan negara yang tidak diawasi oleh masyarakat sebagaimana yang diperintahkan oleh undang-undang ini. 

  • SARAN

Komisi Informasi adalah representasi dari keterbukaan informasi publik di daerah yang memiliki tugas dan wewenang untuk mengawasi dan mengawal penyelenggaraan negara agar berjalan efektif, efisien, transparan dan akuntabel untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih (good governence and clean governence). Selain itu, hak mendapatkan informasi (publik) adalah hak asasi manusia. Maka dari itu pembentukan Komisi Informasi di Kabupaten/Kota adalah suatu kemendesakan.

Karena bersifat mendesak maka penulis menyarankan agar melakukan revisi terhadap undang-undang ini. Undang-Undang KIP sudah saatnya untuk direvisi karena sudah berumur lebih dari satu dasawarsa. Selain itu, karena adanya inkonsistensi, kekaburan, kelemahan dan bahkan kekosongan hukum maka memungkinkan terjadinya revisi terhadap peraturan kerundang-undangan itu.  Revisi yang dimaksudkan penulis, teristimewa pada pasal 24 ayat (1) dengan mengatur secara tegas bahwa pembentukan komisi informasi di kabupaten/kota adalah keharusan. Selain pembentukan komisi informasi diatur secara tegas dengan menghapus diksi “jika diperlukan” tetapi juga regulasi itu mengatur juga kedudukan Komisi Informasi yang harus bersifat hierarkis. Hemat penulis, pasal yang harus juga direvisi adalah pasal 29 ayat (6) yang mengatur bahwa Anggaran Komisi   Informasi  Pusat  dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara,  anggaran Komisi Informasi provinsi  dan/ atau Komisi  Informasi  kabupaten/ kota dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja daerah  provinsi dan/ atau anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/ kota yang bersangkutan.  Ayat ini perlu direvisi untuk mengatur bahwa anggaran komisi informasi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan  Belanja Negara (APBN). Dengan direvisinya kedua pasal ini dan penambahan ayat baru yang mengatur tentang sifat hierarkis lembaga ini maka kemandirian lembaga ini semakin kuat. Kuatnya kemandirian lembaga ini dari sisi hierakis dan anggaran akan berdampak pada kinerja komisioner yang semakin profesional dalam mengawal dan mengawasi penyelenggaraan negara untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih. 

DAFTAR PUSTAKA

Eko Noer Kristiyanto., Jurnal Penelitian Hukum DE JURE, ISSN 1410-5632 Vol. 16 No. 2, Juni 2016 : 231 – 244

 http://komisiinformasi.go.id

http://id.wikipedia.org

Permata Press., Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen I,II,II & IV., Juni 2001

Surat Keputusan Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama                                       : Germanus S. Attawuwur

Tempat / Tanggal Lahir           : Warawatung Lembata, 27 April 1963

Jabatan                                      : Anggota Komisioner Komisi Informasi Provinsi NTT, Koordinator Bidang Kelembagaan

Pendidikan                               : S1 Filsafat pada STFK Ledalero Maumere

Riwayat Pekerjaan                    : Tahun 2012 – 2015 Ketua Panitia Pengawas Kota Kupang

                                                  : Tahun 2016 – 2017  Ketua Pengawas Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kupang

                                                  : Tahun 2018 – 2020 Relawan pada LSM Lokal CIS Timor 

Hobby                                       : Membaca dan Menulis (Menulis puluhan artikel pada Media Cetak Lokal dan Media Online)

WartaNusantara

WartaNusantara

Related Posts

Putra NTT Dr. Karolus Lando Pimpin Audit 16 Bandara di Indonesia
Bisnis

Putra NTT Dr. Karolus Lando Pimpin Audit 16 Bandara di Indonesia

Putra NTT Dr. Karolus Lando Pimpin Audit 16 Bandara di Indonesia BANJARMASIN : WARTA-NUSANTARA.COM--  Pelaksanaan audit Sistem Manajemen Anti Penyuapan...

Read more
Kakek 72 Tahun Setubui Dua Pelajar Kakak Beradik

Kakek 72 Tahun Setubui Dua Pelajar Kakak Beradik

Padma Indonesia : Bupati Sumba Barat dan Kapolres Diminta Segera Atasi Wilayah Resapan Air Reklamasi Tanpa Ijin AMDAL

Menteri HAM Natalius Pigai diminta Selamatkan NTT dari Jaringan Mafia Perdagangan Orang

Kepala SD Inpres 1 Waikomo Veronika Ose, S.Pd : Perayaan Syukur 50 Tahun Tonggak Sejarah Penting, “Merajut Kebersamaan, Meningkatkan Mutu Pendidikan Dasar”

Kepala SD Inpres 1 Waikomo Veronika Ose, S.Pd : Perayaan Syukur 50 Tahun Tonggak Sejarah Penting, “Merajut Kebersamaan, Meningkatkan Mutu Pendidikan Dasar”

Polres Ende Tangkap Dua Pelaku Penipuan Berkedok Pengobatan Tradisional

Polres Ende Tangkap Dua Pelaku Penipuan Berkedok Pengobatan Tradisional

Gubernur NTT Ajak Anak Perempuan Berani Bermimpi Jadi Agen Perubahan

Gubernur NTT Ajak Anak Perempuan Berani Bermimpi Jadi Agen Perubahan

Load More
Next Post
Bupati Mabar Kejar Target Lepas Masker

Bupati Mabar Kejar Target Lepas Masker

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ads

Tag

mostbet mostbet UZ Sastra
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Polkam
  • Internasional
  • National

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In