Usul Pengangkatan dan Mutasi Pejabat Eselon II di Daerah Oleh Presiden Bertentangan Dengan Konstitusi
Oleh : Dr. Yohanes Bernando Seran. S.H. M.Hum -(Ahli Hukum Daerah Perbatasan)
OPINI : WARTA-NUSANTARA.COM– ADANYA ide dan gagasan Komisi II DPR RI agar pengangkatan dan mutasi pejabat eselon II di daerah dilakukan Presiden selain bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang undangan lainnya juga mencerminkan pikiran sesat ( Fallacy of Relevant) dari anggota DPR Komisi II. Oleh karena itu ide tersebut harus dihentikan dan dibatalkan pembahasannya.
Adapun konsep mengembalikan kewenangan pengaturan pejabat eselon II di daerah ke Pemerintah Pusat nyata- nyata bertentangan dengan sistem tata negara kita yang sudah dikembangkan berupa otonomi daerah. Paham sentralistik yang sudah dikubur dalam era reformasi dicoba untuk dimekarkan kembali oleh anggota parlenen di Senayan patut dicurigai dan diwaspadai karena paham sentralisasi kewenangan otomatis tidak paralel dengan pengambangan demokrasi dan kemandirian
Sentralisasi kekuasaan sangat destruktif dan cenderung otoriter dan bahkan dalam skala tertentu pahan sentralisasi dapat mematikan kreativitas dan kemandirian bangsa dan negara yang potensial memecah belah bangsa. Paham sentralisasi kekuasaan adalah manifestasi kongkrit dari politik devide et impera yang dianut pada masa penjajahan Belanda
Adapun rasionalisasi yang coba dikonstruksikan anggota DPR Komisi II tentang pengaruh Pilkada dalam konteks netralisasi ASN adalah Contradictio in Terminis antara realitas dan yang diharapkan atau das sein dan das solen. Kalau mau supaya ASN itu netral ya tetapkan saja ASN tidak ikut memilih seperti TNI Polri. Bukannya menjustifikasi dengan pengangkatan pejabat eselon II oleh Pemerintah Pusat.
Dalam paham Devisian of Power kekuasaan eksekutif sudah dibagi, yaitu ada daerah kecil dan ada daerah besar yang masing masing punya otonomi sendiri. Dalam konteks ini anggota DPR Komisi II yang ngomong seperti itu harus belajar lagi tentang paham Distribution of Power yang dikembangkan fisuf Aristoteles. ***