Oleh : Wilem Leuweheq
WARTA-NUSANTARA.COM–Satu Agustus 2023, saat membuka medsos FB, mata saya tertuju dan langsung tertarik ke akun dengan inisial Vu’u Delos. Status singkat terdiri dari tiga baris kalimat dan satu baris caption. Baris pertama: “untuk semua umat Lewoleba”, baris kedua “selamat memasuki bulan dagel”, baris ketiga “susah senang tetap bersama” dan baris keempat caption bergambar minuman, makanan, sound system, joged, dansa, berpelukan/rangkulan, amplop dan alkitab. Sesungguhnya pada bulan bulan sebelumnya juga sudah ada pesta seperti pernikahan, pesta adat dan lainnya. Tapi dengan menunjuk Agustus dan menyapa “umat”, maka pikiran saya terarah ke pesta-pesta yang akan terjadi pada bulan Agustus 2023 ini dan pesta yang dimaksudkan pasti berkaitan dengan ritual keagamaan.
Refleksi sederhana terhadap status FB Vu’u Delos ini boleh jadi salah atau tidak sebagaimana dimaksudkan pemilik status. Namun bisa juga merupakan kata hati banyak orang yang terkungkung perasaannya sendiri dalam menyikapi kebiasaan pesta baik sebagai pemilik pesta, undangan pesta maupun sebagai penerima dampak pesta. Dagel yang dimaksudkan adalah sambut baru di paroki-paroki se kota Lewoleba.
Sambut Baru atau Komuni Pertama adalah suatu ritus yang dilakukan dalam perayaan ekaristi/misa di mana seorang Katolik untuk pertama kalinya menerima komuni atau menyambut Tubuh dan Darah Kristus dalam rupa Roti dan Anggur atau menerima Sakramen Ekaristi.
Dikutip dari Pandu.katolik.or.id, Sakramen adalah tanda keselamatan yang kelihatan, yang menghadirkan rahmat yang tidak kelihatan. Sakramen adalah tanda kehadiran Allah yang menyelamatkan dalam hidup manusia. Terdapat tujuh sakramen dalam Gereja Katolik yang terbagi dalam 3 kelompok yakni sakramen inisiasi (Babtis, Ekaristi dan Krisma), sakramen penyembuhan (tobat dan pengurapan orang sakit) dan sakramen panggilan (perkawinan dan imamat).
Sakramen inisiasi adalah sakramen dasar yang menandai seseorang menjadi orang Katolik. Pembabtisan menandai seseorang diterima menjadi anggota gereja. Ekaristi adalah pusat dan puncak spiritualitas orang Katolik. Perayaan Ekaristi adalah perayaan perjamuan yang mengenangkan karya penyelamatan Allah atas dunia dan manusia.
Secara khusus kenangan akan peristiwa Malam Perjamuan Akhir di mana Yesus menyerahkan Tubuh dan Daerah Nya dalam rupa Roti dan Anggur untuk menjadi santapan yang menyelamatkan. Ekaristi adalah pusat kekuatan iman Katolik karena menjadi tanda paling nyata kehadiran Tuhan yang dapat dirayakan setiap hari. Sedangkan Sakramen Krisma atau pengurapan adalah tanda kedewasaan dan penguatan. Yang menjadikan seseorang tidak hanya menjadi anggota gereja Katolik yang pasif tetapi juga aktif menjadi saksi dan pewarta karya keselamatan Allah.
Pesta Sambut Baru dalam kebiasaan di Flores dan Lembata telah mengalami pergeseran makna (atau perluasan makna). Sambut Baru tidak hanya sebuah pesta iman, perayaan sakramental tetapi menjadi pesta sosial, pesta budaya dan bahkan pesta gengsi. Pesta sosial karena melibatkan banyak orang.
Kerabat terdekat akan direkadu menjadi tuan rumah, sedangkan rekan kerja, sahabat dan kenalan diundang menikmati perjamuan syukuran. Pesta adat karena om atau opu lake akan menempati posisi istimewa tidak hanya pada saat kehadirannya bahkan jika om berhalangan hadir karena berbagai alasan komuni pertama bagi anak dapat ditunda. Atau ada yang sengaja menunda Komuni anaknya dengan alasan belum punya hewan/modal belum cukup.
Karena mengundang om/opu lake “disyaratkan” dengan bunuh hewan. Jika om tidak diundang atau diberitahu pada perayaan komuni pertama maka tentu buntutnya panjang dan membias ke masalah lainnya. Pesta gengsi karena ada juga yang “terpaksa” setelah melihat yang lainnya buat pesta. Atau menjadikan kemewahan makanan minuman, dekorasi, soundsystem, hiburan, perabotan orang lain sebagai ukuran untuk membuat lebih dari yang lainnya.
Pesta dengan perluasan makna ini tentu ada makna positifnya misalnya (kata orang) terpupuknya persaudaraan, membahagiakan anak atau juga ada yang bilang menghormati Sakramen. Atau adanya keuntungan ekonomis bagi penyewa tenda dan soundsystem, salon kecantikan, peternak babi, penjual moke/arak, tuak dll.
Namun saya fokus pada dampak negatifnya. Pesta sambut baru rentan terhadap masalah sosial seperti kecelakaan, kelelahan, kemabukan, perkelahian, dll yang semuanya mengganggu kenyamanan masyarakat lainnya yang tidak terlibat pesta. Apalagi dampak ekonominya seperti terjadi pemborosan dalam konsumsi baik yang menyediakan maupun yang menikmatinya, juga opportunity cost seperti waktu produktif yang terbuang.
Argumen untuk kebahagiaan anak juga sering terbantahkan karena saya menyaksikan adanya anak sambut baru yang kelelahan dan tertidur di kursi kebahagiaannya. Ada yang enggan berjabat tangan karena menahan ngantuk juga karena sang Yubilaris memang tidak mengenal para tamunya. Hal yang dianggap membahagiakan ternyata bagi anak merupakan siksaan yang menjengkelkan. Terhadap sakramen ekaristi itu sendiri belum tentu pesta yang diselenggarakan memberikan manfaat besar.
Pertanyaannya adalah apakah pesta sambut baru berpengaruh terhadap pertumbuhan iman anak ? Jika iya maka terdapat tanggung jawab besar untuk mendidik dan memberi teladan agar anak dapat bertumbuh dalam iman, harap dan kasih sesuai teladan Kristus dan mengalami sakramen-sakramen gereja sebagai tanda keselamatan bagi dirinya dan bagi sesamanya.
Tetapi jika tidak maka dibutuhkan keberanian baik dari institusi Gereja Katolik maupun umat / keluarga-keluarga / pribadi-pribadi untuk merefleksikan “pesta-pesta iman” sebagai hal yang kontra produktif terhadap kehidupan sosial, budaya, ekonomi dan teristimewa terhadap kehidupan beriman itu sendiri.
Status FB Vu’u Delos bagi saya adalah ungkapan kegalauan, kondisi bathin yang dilematis antara dagel sebagai sebuah keharusan dan dagel sebagai kondisi yang dapat dikendalikan. ***
Lamahora, 3 Agustus 2023.