Pembukaan Festival Literasi 2023 di Lewoleba.
LEMBATA : WARTA-NUSANTARA.COM–Gerakan literasi terus digalakan di Lembata. Sebab Lembata masih berada di zona merah literasi. Karena itu, dalam rangkaian semarak HUT Otonomi Daerah (Otda) pada 12 Oktober, Pemkab Lembata menggelar Festival Literasi, sekaligus menyambut Bulan Bahasa, di halaman gedung Perpustakaan Goris Keraf, Lewoleba, Selasa (3/10/2023).
Festival ini dimaknai oleh pemerintah sebagai sebuah acara yang bertujuan untuk mengatasi jurang literasi yang masih dalam bayangan zona merah di Kabupaten Lembata. Hal ini merupakan langkah berani dan mendalam untuk membentuk budaya literasi yang kuat di daerah ini.
Sebagai informasi, pembukaan festival yang begitu meriah diawali dengan parade Marching Band oleh siswa siswi dari tingkat Paud hingga SMA se-Kabupaten Lembata ini memang sejenak telah memukau publik Lembata. Namun dibalik keseruan acara ini, Pemerintah memaknai bulan bahasa ini begitu penting ditengah tantangan literasi yang semakin kompleks.
Penjabat Bupati Lembata, Drs. Matheos Tan, M.M, yang diwakili oleh Staf Ahli Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, Donatus Boli menegaskan, kemampuan literasi adalah kunci perkembangan peradaban suatu bangsa.
Dia mememberikan perbandingan dalam sejarah literasi dunia, bahwa melihat bangsa-bangsa besar seperti Mesopotamia, Mesir Kuno, Yunani, China, dan India, memiliki tradisi literasi kuat di zamannya.
Mereka menjadi bukti bahwa budaya literasi tinggi membentuk masyarakat berpengetahuan, dan pengetahuan adalah kekuatan yang menentukan eksistensi suatu bangsa di persaingan global.
“Budaya literasi yang tinggi membentuk masyarakat berpengetahuan (knowledge society). Dan pengetahuan adalah kekuatan yang menentukan eksistensi dan kemampuan suatu bangsa dalam persaingan global,” ungkap Bupati Theo.
Namun harus diakui, bahwa Lembata saat ini masih terjebak dalam jurang literasi. Data-data mencengangkan menunjukkan bahwa kemampuan literasi termasuk kemampuan numerik siswa di tingkat SD masih di bawah kompetensi minimum.
Indeks literasi di Kabupaten Lembata hasil ANBK (Assesment Nasional Berbasis Komputer) berada di zona merah, baru mencapai angka 48. Faktor-faktor seperti minimnya pemahaman tentang literasi dan kurangnya penggunaan perpustakaan sebagai sumber pengetahuan menjadi penyebab utama.
Namun, Bupati Theo tak lantas berkecil hati. Baginya, ada harapan di tengah tantangan ini. Melalui kerjasama dengan Balai Penjaminan Mutu Pendidikan Provinsi NTT, Program Reading Camp telah dimulai untuk mengatasi masalah ketertinggalan literasi membaca siswa siswi di SD. Program ini adalah implementasi Kurikulum Merdeka, yang menjadi prioritas Kementerian Pendidikan.
Karena itu, semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Festival Literasi inipun mendapat apresiasi dari Bupati. Baginya, festival ini bukan hanya sebuah acara, melainkan langkah strategis untuk menjadikan literasi sebagai budaya di Lembata. Apalagi di era digital ini, perkembangan literasi tumbuh dengan sangat cepat. Siap tidak siap, semua warga sekolah wajib melek literasi.
Tentu harapannya, “Harus ada impact setelah penyelenggaraan Festival Literasi ini. Tidak boleh berhenti hanya dengan menyelenggarakan festival. Yang lebih penting adalah bagaimana kegemaran membaca peserta didik dapat meningkat setelahnya.”
Bupati berkeyakinan akan muncul generasi cerdas dan berbudaya yang lahir dari sekolah-sekolah di Lembata sesuai konsep profil pelajar Pancasila.
(Bily Baon/Bagian Prokopim Setda Lembata)