Kadis PMD Provinsi NTT Tegaskan Larangan Keterlibatan Pendamping Desa dalam Politik Praktis
KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM–Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Viktor Manek, menegaskan bahwa pendamping desa atau Tenaga Pendamping Profesional (TPP) dilarang keras terlibat dalam kegiatan politik praktis. Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Desa PDTT Nomor 40 Tahun 2021.
“Pendamping desa memiliki tugas mendukung pemberdayaan masyarakat, bukan menjadi alat politik. Jika terbukti ada yang melanggar, mereka akan dikenakan sanksi tegas sesuai peraturan,” kata Viktor.
Penegasan ini muncul setelah adanya laporan dari anggota DPRD Kabupaten Alor yang menemukan beberapa pendamping desa terlibat dalam aktivitas partai politik tertentu. Bahkan, salah satu dari mereka disebut mencalonkan diri sebagai anggota legislatif dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Temuan di Flores Timur
Kasus serupa juga terungkap di Kabupaten Flores Timur, di mana TH, seorang koordinator pendamping desa, diduga mengarahkan seluruh pendamping desa untuk mendukung pasangan calon tertentu dalam Pilkada Gubernur dan Bupati Flores Timur. Video dugaan tersebut menjadi viral dan menuai kritik dari masyarakat.
Dalam video tersebut, TH menginstruksikan 50 pendamping desa untuk “kerja senyap” memenangkan pasangan calon nomor urut 2 di tingkat provinsi dan nomor urut 4 di Flores Timur. Dugaan ini semakin kontroversial karena TH adalah suami dari Ketua Bawaslu Kabupaten Flores Timur, Ernesta Katana.
Ketua Bawaslu Flores Timur, saat dikonfirmasi, belum memberikan tanggapan terkait dugaan keterlibatan suaminya.
Respons Pemerintah Kabupaten dan Provinsi
Kepala Dinas PMD Kabupaten Flores Timur, Alfi Kaha, menyatakan bahwa secara hierarki, pendamping desa bertanggung jawab langsung kepada pusat. “Kami di tingkat kabupaten hanya sebatas koordinasi, tidak bisa mengintervensi lebih jauh,” ungkapnya.
Namun, Viktor Manek menegaskan bahwa tindakan tegas tetap harus diambil. “Pendamping desa yang terbukti melanggar akan kami proses sesuai aturan. Ini untuk menjaga integritas program pemberdayaan masyarakat desa dan menghindari konflik kepentingan politik,” tambahnya.
Langkah Ke Depan
Viktor juga menjelaskan bahwa sejak awal rekrutmen pendamping desa, mekanisme seleksi dilakukan dengan ketat, bekerja sama dengan Universitas Nusa Cendana Kupang dan Kementerian Desa PDTT. Calon pendamping desa wajib menandatangani pernyataan tidak terlibat dalam politik praktis.
“Kami akan melakukan verifikasi faktual terhadap laporan ini. Jika ditemukan bukti kuat, kami akan berkoordinasi dengan Kementerian Desa untuk pemberhentian mereka,” tutup Viktor.
Kasus ini menyoroti pentingnya netralitas pendamping desa dalam menjalankan tugas mereka demi menghindari politisasi program pemerintah yang seharusnya berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. *** Laporan Nobertus Dalu Luron, Jurnalis Warta-Nusantara.Com