Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
1 Sam. 26:2.7.9-12; 1 Kor.15:45-49; Luk. 6:27-38




WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, adalah Gabriel Marcel. Dia filsuf berkebangsaan Prancis, digelari sebagai filsuf eksistensial. Dia mendapat atribusi itu karena pemikiran-pemikirannya tentang eksistensi manusia sebagai makhluk sosial. Dia mengatakan bahwa dalam konteks hidup bersama, membutuhkan interaksi subyek.


Subyek itu terdiri dari aku dan aku-aku yang lain. Aku dan aku-aku yang lain itu membentuk intersubyektivitas, yang disebut sebagai kita/kami. Filsuf ini merefleksikan bahwa dasar dari hubungan intersubyektiftas ini adalah kasih/cinta sejati (agape). Menurutnya: harapan, kehadiran, pertemuan, dan partisipasi dapat melahirkan cinta sejati. Cinta model itu tidak punya pretensi macam-macam, cinta yang tidak ada perhitungan untung rugi.


Menurutnya lagi, hanya melalui jalan cinta, adanya pertemuan antarsubyek menuntut partisipasi untuk saling memanusiakan. Hanya dengan melalui cinta, manusia dapat saling mengikat dalam janji setia untuk membangun masa depan yang lebih baik melalui masa kini. Konsekwensi dari ajaran ini adalah bahwa manusia harus memandang sesamanya sebagai yang sederajat.



Kita semua menjadi setara, Tidak ada dominasi. Tidak pula ada superioritas. Namun manusia kadang merasa diri jauh lebih berkuasa karena itu dia dapat membunuh membunuh orang lain dan bahkan membunuh diri sendiri. Maka begitu ada kesempatan untuk bisa membunuh, orang tidak tanggung-tanggung untuk membunuh, sebagaimana kita dengar dalam kitab nabi pertama Samuel:”Pada hari ini Allah telah menyerahkan musuhmu ke dalam tanganmu, oleh sebab itu izinkanlah kiranya aku menancapkan dia ke tanah dengan tombak ini, dengan satu tikaman saja, tidak usah dia kutancapkan dua kali.”


Abisai, prajurit Daud punya logika pikir seperti pada umumnya orang. Logika pikir Abisai berbeda dengan Daud. Pikirannya tentu ada dasarnya, yakni Taurat Musa/Hukum Taurat yang mengajarkan mata ganti mata.Variasi utama dari mata ganti mata adalah gigi ganti gigi.

Variasi ini sering digunakan bergantian atau bahkan bersama sebagai sebuah frasa menjadi “mata ganti mata, gigi ganti gigi“.Variasi lain yang digunakan: nyawa ganti nyawa, tangan ganti tangan, kaki ganti kaki, luka ganti luka, bengkak ganti bengkak, dan patah ganti patah. Mata ganti mata dengan variannya adalah hukum pembalasan. Bahasa Latinnya: lex talionis adalah asas yang mengatur bahwa orang yang telah melukai orang lain harus diganjar dengan luka yang sama oleh pihak yang dirugikan, atau menurut interpretasi yang lebih halus dalam hukum di Indonesia, korban harus menerima ganti rugi yang setimpal.

Mata ganti mata, alias hukum pembalasan itu adalah ajaran hukum Taurat yang mustinya dipraktekan oleh nabi Daud. Maka Daud mustinya setuju agar prajuritnya Abisai membunuh Saul yang adalah musuhnya. Namun Daud malah berpikir lain. Dia melarang prajuritnya untuk tidak boleh membunuh Saul, walau kesempatan itu memungkinkan.

Daud berkata kepadanya:” Jangan musnahkan dia, sebab siapakah yang dapat menjamah orang yang diurapi TUHAN, dan bebas dari hukuman?” Lagi kata Daud:”Demi TUHAN yang hidup, niscaya TUHAN akan membunuh dia: entah karena sampai ajalnya dan ia mati, entah karena ia pergi berperang dan hilang lenyap di sana. Kiranya TUHAN menjauhkan dari padaku untuk menjamah orang yang diurapi TUHAN. Ambillah sekarang tombak yang ada di sebelah kepalanya dan kendi itu, dan marilah kita pergi.”

Daud seketika berpikir dan bertindak di luar kebiasaan pada lazimnya. Ia berpikir bahwa musuh bukan an sich musuh yang patut dihabisi. Tetapi musuh itu adalah manusia yang juga merupakan citra Allah, gambar dan rupa Allah sendiri. Karena itu, yang punya otoritas untuk melenyapkan kehidupan seseorang adalah Tuhan sendiri, sedangkan manusia punya kewajiban untuk melindungi kehidupan. Dia tidak memiliki hak apapun untuk mengambil nyawa seseorang.
Pada titik ini, Daud berhasil mengajarkan Abisai tentang menyayangi kehidupan orang lain, sebagaimana kita menyayangi kehidupan sendiri. Daud berhasil mengajarkan arti sebuah humanisme, dia berhasil mencuci otak prajurit itu untuk keluar dari kebiasaan, untuk harus bertindak secara baru, melampaui kebiasaan. Di sinilah, Daud berhasil mengajarkan dengan contoh hidupnya sendiri, mata ganti mata berubah menjadi sayangilah kehidupan. Kasihilah musuhmu.
Saudara-saudaraku terkasih, hal yang dilakukan oleh nabi Daud, tentu saja menjadi inspirasi pengajaran Yesus, sebagai Musa Baru, yang dating untuk menyempurnakan Hukum Taurat. Karena itu Yesus anak Daud itu menantang orang Yahudi dengan ajaran-Nya:“ Jikalau kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian.”
Yesus hendak menyampaikan kepada mereka bahwa kamu yang mendengarkan ajaran-Ku pada hari ini, kamu harus buat lebih. Jangan buat biasa-biasa saja. Harus melakukan sesuatu yang melampaui dari kebiasaan, sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang luar biasa itu adalah:” Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.Barangsiapa menampar pipimu yang satu, berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain.”
Pertanyaannya adalah, mengapa kita harus mengasihi musuh kita? Mengasihi musuh kita bukan berarti mengasihi dengan kasih secara emosi, seperti menyukai musuh kita, melainkan menunjukkan perhatian dan keprihatinan yang tulus terhadap kebaikan dan keselamatan kekal mereka.
Dan hal ini sudah terbukti contohnya melalui kata-kata Nabi Saul kepada Daud:”Diberkatilah kiranya engkau, anakku Daud. Apa juapun yang kauperbuat, pastilah engkau sanggup melakukannya.” Mengasihi musuh juga berarti bahwa kita bukan berarti berpangku tangan sementara para pelaku kejahatan terus-menerus melakukan perbuatan jahat mereka. Jika dipandang perlu demi kehormatan Allah, kebaikan atau keamanan orang lain, maka tindakan yang keras harus kita ambil untuk menghentikan kejahatan.
Jadi, baik Daud maupun Yesus mau mengajarkan bahwa Hukum Pembalasan dalam prakteknya harus diganti dengan Hukum Kasih. Hukum Kasih, itulah hukum yang paling pertama dan utama. Mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri.
Mengasihi sesama dan diri sendiri adalah muasal sekaligus menjadi tujuan akhir mengasihi Tuhan sebagai Causa Prima, sebagai penyebab pertama menggerakan hati manusia untuk harus saling mengasihi, tanpa memandang orang lain itu sebagai musuh atau sahabat. Maka mustinya tidak ada istilah manusia sebagai serigala bagi sesamanya , – homo homini lupus –; tetapi manusia harus menjadi sahabat bagi sesamanya, – homo homini socius -.
Baik Daud maupun Yesus melalui teladan dan ajaran ini bertujuan untuk mengubah logika manusia dan menyelaraskannya dengan logika Allah sendiri. Pertanyaannya, apakah kita mau tetap seperti Abisai atau mentransformasi diri untuk menselaraskan dengan Logika Allah???