ADVERTISEMENT
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak
Sabtu, Mei 24, 2025
No Result
View All Result
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
  • Home
  • National
  • Internasional
  • Polkam
  • Hukrim
  • News
  • Pendidikan
  • Olahraga
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Uncategorized

“Homo Homini Lupus”

by WartaNusantara
April 19, 2020
in Uncategorized
1
0
SHARES
508
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

RelatedPosts

Pemprov NTT Raih Opini WTP 10 Tahun dari BPK RI

Pemprov NTT Raih Opini WTP 10 Tahun dari BPK RI

Wagub Johni Asadoma Panen Rumput Laut di Sulamu – Kupang

Wagub Johni Asadoma Panen Rumput Laut di Sulamu – Kupang

Load More

Oleh : Valery Kopong*

  • Hari-hari belakangan ini terjadi penolakan warga yang ingin pulang kampung di wilayah NTT. Mereka yang selama ini merantau atau sedang mengenyam pendidikan di luar daerahnya, kini sedang mengalami situasi dilematis. Mau bertahan di tempat perantauan berarti harus menanggung resiko karena kurangnya ketersediaan makanan. Mau pulang kampung berarti siap untukditolak oleh warga kampung karena dalam benak masyarakat kampung,orang-orang perantaulah yang berpotensi besar terpapar virus corona dan dengan mudah menyebar ke manusia lain. Atas dasar pemahaman sederhana ini dan tanpa diimbangi dengan pengetahuan tentang dunia kesehatan, masyarakat desa seolah-olah membenarkan diri sebagai orang yang bersih dari virus dan berusaha untuk mendiskreditkan orang lain sebagai penyebar virus. Tindakan penghadangan terhadap warga perantau yang kini sedang pulang kampung, membersitkan sebuah keprihatinan dan hal ini mengingatkan kita akan “Leviathan,” karya Thomas Hobbes yang menyoroti manusia yang bertindak sebagai serigala bagi manusia lain, “Homo Homini Lupus.” Viruscorona tidak hanya mengubah hidup, pola kerja dan menggeser ruang doa ke rumah-rumah tetapi jauh lebih berbahaya ketika manusia mengubah cara pandang terhadap manusia lain terutama para perantau yang ingin pulang kampung. Situasi kampung yang dulunya ramah dan bersahabat terhadap para perantau yang kembali ke pangkuan kampung halaman namun kini harus bersikap “buas” terhadap sesamanya sendiri. Kita saling curiga antara s
  • Hari-hari belakangan ini terjadi penolakan warga yang ingin pulang kampungdi wilayah NTT. Mereka yang selama ini merantau atau sedang mengenyampendidikan di luar daerahnya, kini sedang mengalami situasi dilematis. Maubertahan di tempat perantauan berarti harus menanggung resiko karenakurangnya ketersediaan makanan. Mau pulang kampung berarti siap untukditolak oleh warga kampung karena dalam benak masyarakat kampung,orang-orang perantaulah yang berpotensi besar terpapar virus corona dandengan mudah menyebar ke manusia lain. Atas dasar pemahamansederhana ini dan tanpa diimbangi dengan pengetahuan tentang duniakesehatan, masyarakat desa seolah-olah membenarkan diri sebagai orangyang bersih dari virus dan berusaha untuk mendiskreditkan orang lainsebagai penyebar virus. Tindakan penghadangan terhadap warga perantau yang kini sedang pulangkampung, membersitkan sebuah keprihatinan dan hal ini mengingatkan kitaakan “Leviathan,” karya Thomas Hobbes yang menyoroti manusia yangbertindak sebagai serigala bagi manusia lain, “Homo Homini Lupus.” Viruscorona tidak hanya mengubah hidup, pola kerja dan menggeser ruang doake rumah-rumah tetapi jauh lebih berbahaya ketika manusia mengubah carapandang terhadap manusia lain terutama para perantau yang ingin pulangkampung. Situasi kampung yang dulunya ramah dan bersahabat terhadappara perantau yang kembali ke pangkuan kampung halaman namun kiniharus bersikap “buas” terhadap sesamanya sendiri. Kita saling curiga antarasatu dengan yang lain. Aura kecurigaan ini sedang melanda manusia di seantero dunia dan hal iniberdampak pada disharmoni dalam membangun sebuah relasi antarmanusia. Membangun rasa curiga adalah sebuah keharusan tetapi perludiperhatikan, siapa yang berhak membangun rasa curiga dan siapa yangdicurigai. Di sini harus dibangun pemahaman bersama bahwa yang berperanpenting di sini adalah para tenaga kesehatan yang dengan peralatan medismampu untuk mendeteksi kondisi &sik seseorang dan berani mengambilarahan yang tepat terhadap warga perantau yang pulang kampung agartidak mengalami penolakan. Selain itu pula para tenaga medis memberikanpemahaman yang komprehensif tentang virus ini agar masyarakat tidakpanik dan terus membangun rasa curiga terhadap orang lain, yang kiniberalih ke kampung halaman.
  • Mereka pantas curiga karena tidak hanya secara &sik tetapi apa yang adadalam tubuh sang perantau itu yang memunculkan kecurigaan bahkansecara serempak memproklamirkan kebenaran virus itu pada sang perantauyang kini ke kampungnya. Tentang kebenaran, beberapa waktu yang lalu, saya mendapat SMS darisalah seorang teman. SMS-nya singkat dan memberikan pesan yang kaburpadaku. Dia mengatakan, 2+2 hasilnya bukan empat lagi. Membaca pesansingkat ini semakin membuat aku tak karuan berpikir. Hitungan matematissemenjak dulu, bahwa 2 + 2 sama dengan empat. Lalu mengapa hari inidigugat melalui SMS dan yang menggugat adalah orang yang biasa aja danbukan ahli matematika? Kalau seorang ahli matematika yang menggugat,saya melihatnya sebagai hal yang biasa tetapi karena yang menggugatadalah seorang yang biasa maka hal itu dilihat sebagai sesuatu yang luarbiasa. Selang beberapa menit kemudian, dia mengirimkan SMS lagi, bahwakebenaran tidak sama dengan kebenaran karena kebenaran sedangdipermainkan. Seperti 2 + 2 tidak sama dengan empat lagi, demikiankebenaran sebagai sebuah fakta masih bisa digugat oleh para penggugatsesuai dengan maksud dan tujuan penggugat itu. Ketika membaca danmerenungkan bahkan melihatnya dalam terang &loso&s, sadar atau tidaksadar, banyak di antara kita yang sedang mempermainkan kebenaran.Bahwa kebenaran sebagai sebuah fakta yang merupakan bukti otentik darisebuah peristiwa dikesampingkan demi sebuah tujuan tertentu, yaknimenyelamatkan diri dari jeratan kesalahan yang dituduhkan padanya. Kebenaran pada masa ini menjadi sebuah “permainan” bagi segelintirorang yang menamakan diri sebagai pemangku kepentingan. Atas namakepentingan pribadi dan kelompok yang seharusnya terjerat dalamkesalahan tetapi masih mencari celah untuk berkelit. Tetapi seberapa jauh,kelompok ini berkelit? Dalam dunia yang penuh dengan transparansi,mengungkap sebuah fakta kebenaran didukung oleh banyak hal terutamabukti-bukti otentik yang menjadi dasar untuk melegitimasi sebuahkebenaran yang diperjuangkan. Semakin orang berkelit dan memutarbalikanfakta, pada saat yang sama kebenaran akan terus mengejar. Apakah nuranimasih memperlihatkan kejernihan batin untuk mengatakan benar sebagaiyang benar dan salah sebagai yang salah?
  • Kebenaran akan keberadaan virus corona hanya bisa dipastikan olehtenaga medis dan itu pun harus melalui rapid test dan SWAB. Karena itu, haiorang-orang di kampungku, biarkanlah pihak pemerintah dan petugas medismenjalankan tugas untuk memantau pergerakan para perantau yang pulangke kampung. Melihat peristiwa penolakan yang sedang terjadi ini, manayang lebih mematikan? Tindakan penolakan jauh lebih berbahaya ketimbangvirus corona. Biarlah adagium “homo homini lupus” beralih menjadi“homo homini socius,” manusia menjadi teman bagi manusia la
  • atu dengan yang lain. Aura kecurigaan ini sedang melanda manusia di seantero dunia dan hal ini berdampak pada disharmoni dalam membangun sebuah relasi antar manusia. Membangun rasa curiga adalah sebuah keharusan tetapi perlu diperhatikan, siapa yang berhak membangun rasa curiga dan siapa yang dicurigai. Di sini harus dibangun pemahaman bersama bahwa yang berperan penting di sini adalah para tenaga kesehatan yang dengan peralatan medis mampu untuk mendeteksi kondisi &sik seseorang dan berani mengambil arahan yang tepat terhadap warga perantau yang pulang kampung agar tidak mengalami penolakan. Selain itu pula para tenaga medis memberikan pemahaman yang komprehensif tentang virus ini agar masyarakat tidak panik dan terus membangun rasa curiga terhadap orang lain, yang kini beralih ke kampung halaman.
  • Mereka pantas curiga karena tidak hanya secara &sik tetapi apa yang ada dalam tubuh sang perantau itu yang memunculkan kecurigaan bahkan secara serempak memproklamirkan kebenaran virus itu pada sang perantau yang kini ke kampungnya. Tentang kebenaran, beberapa waktu yang lalu, saya mendapat SMS dari salah seorang teman. SMS-nya singkat dan memberikan pesan yang kabur padaku. Dia mengatakan, 2+2 hasilnya bukan empat lagi. Membaca pesan singkat ini semakin membuat aku tak karuan berpikir. Hitungan matematis semenjak dulu, bahwa 2 + 2 sama dengan empat. Lalu mengapa hari ini digugat melalui SMS dan yang menggugat adalah orang yang biasa aja dan bukan ahli matematika? Kalau seorang ahli matematika yang menggugat,saya melihatnya sebagai hal yang biasa tetapi karena yang menggugat adalah seorang yang biasa maka hal itu dilihat sebagai sesuatu yang luar biasa. Selang beberapa menit kemudian, dia mengirimkan SMS lagi, bahwa kebenaran tidak sama dengan kebenaran karena kebenaran sedang dipermainkan. Seperti 2 + 2 tidak sama dengan empat lagi, demikian kebenaran sebagai sebuah fakta masih bisa digugat oleh para penggugat sesuai dengan maksud dan tujuan penggugat itu. Ketika membaca dan merenungkan bahkan melihatnya dalam terang &loso&s, sadar atau tidak sadar, banyak di antara kita yang sedang mempermainkan kebenaran.Bahwa kebenaran sebagai sebuah fakta yang merupakan bukti otentik dari sebuah peristiwa dikesampingkan demi sebuah tujuan tertentu, yakni menyelamatkan diri dari jeratan kesalahan yang dituduhkan padanya. Kebenaran pada masa ini menjadi sebuah “permainan” bagi segelintir orang yang menamakan diri sebagai pemangku kepentingan. Atas nama kepentingan pribadi dan kelompok yang seharusnya terjerat dalam kesalahan tetapi masih mencari celah untuk berkelit. Tetapi seberapa jauh,kelompok ini berkelit? Dalam dunia yang penuh dengan transparansi,mengungkap sebuah fakta kebenaran didukung oleh banyak hal terutama bukti-bukti otentik yang menjadi dasar untuk melegitimasi sebuah kebenaran yang diperjuangkan. Semakin orang berkelit dan memutar balikan fakta, pada saat yang sama kebenaran akan terus mengejar. Apakah nurani masih memperlihatkan kejernihan batin untuk mengatakan benar sebagai yang benar dan salah sebagai yang salah?
  • Kebenaran akan keberadaan virus corona hanya bisa dipastikan oleh tenaga medis dan itu pun harus melalui rapid test dan SWAB. Karena itu, hai orang-orang di kampungku, biarkanlah pihak pemerintah dan petugas medis menjalankan tugas untuk memantau pergerakan para perantau yang pulang ke kampung. Melihat peristiwa penolakan yang sedang terjadi ini, mana yang lebih mematikan? Tindakan penolakan jauh lebih berbahaya ketimbang virus corona. Biarlah adagium “homo homini lupus” beralih menjadi“homo homini socius,” manusia menjadi teman bagi manusia lan.***

WartaNusantara

WartaNusantara

Related Posts

Pemprov NTT Raih Opini WTP 10 Tahun dari BPK RI
Uncategorized

Pemprov NTT Raih Opini WTP 10 Tahun dari BPK RI

Pemprov NTT Raih Opini WTP 10 Tahun dari BPK RI KUPANG : WARTA-NUSANTARA.COM-- Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI)...

Read more
Wagub Johni Asadoma Panen Rumput Laut di Sulamu – Kupang

Wagub Johni Asadoma Panen Rumput Laut di Sulamu – Kupang

Gubernur NTT Pimpin RUPS Luar Biasa PT. Jamkrida NTT

Gubernur NTT Pimpin RUPS Luar Biasa PT. Jamkrida NTT

Noldi Ofong : “Yuni Damayanti Sosok Perempuan Luar Biasa”

Noldi Ofong : “Yuni Damayanti Sosok Perempuan Luar Biasa”

MENGENAL LEBIH DEKAT SMA SKO SAN BERNARDINO (SMARD) – LEMBATA : Pendidikan, Gerakan, Dan Nilai-Nilai Kehidupan

MENGENAL LEBIH DEKAT SMA SKO SAN BERNARDINO (SMARD) – LEMBATA : Pendidikan, Gerakan, Dan Nilai-Nilai Kehidupan

Gubernur Melki Hadiri Acara Pemberkatan dan Peresmian St. Camillus Social Center

Gubernur Melki Hadiri Acara Pemberkatan dan Peresmian St. Camillus Social Center

Load More
Next Post

Ketua Demisioner PMKRI Cabang Kendari Apreseasi Capaian Polda Sultra

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Ads

Tag

mostbet mostbet UZ Sastra
  • Tentang Kami
  • Redaksi
  • Pedoman
  • Kontak

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Polkam
  • Internasional
  • National

Copyright @ 2020 Warta-nusantara.com, All right reserved

Login to your account below

Forgotten Password?

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In