Oleh : Germanus S. Atawuwur, Alumnus STFK Ledalero
WARTA-NUSANTARA.COM–Bapa, ibu, saudara-saudari yang terkasih, untuk memahami delapan ucapan bahagia dalam injil hari ini, maka tidak bisa tidak, kita harus “mencari” Tuhan sebagaimana ajakan nabi Sefanya dalam bacaan pertama tadi:” Carilah Tuhan…”. Kita “mencari Tuhan” dalam semangat kerendahan hati agar kita dapat mengerti dan memahami tentang Delapan Sabda Bahagia yang diajarkan Yesus kepada murid-murid-Nya dan banyak orang. Banyak orang itu tidak teridentifikasi dengan jelas siapakah mereka itu, tetapi tentu saja mereka berasal dari berbagai latar belakang kehidupan social di Israel dulu.
Kita sebut saja, ada nelayan-nelayan Galilea dan gembala-gembala dari padang Palestina, orang-orang saleh dan para pendosa, mereka yang miskin dan tertindas, orang-orang sakit dan sehat, para pemungut cukai, ahli taurat dan orang-orang Farisi. Kepada mereka semua itulah, dari atas bukit itu, Yesus menyampaikan Delapan Sabda Bahagia.
Ketika mendengar ucapan Yesus tentang Sabda Bahagia itu, orang banyak itu tentu bergumam di dalam hatinya, bagaimana mungkin orang yang miskin itu berbahagia, sementara mereka sedang terlilit dalam kemiskinan material? Apakah mungkin mereka yang berdukacita saat itu juga harus berbahagia? Mungkinkah orang yang sedang tertindas berbahagia padahal mereka sedang mengalami penindasan yang keji? Pandangan banyak orang terhadap sabda bahagia ini, tentu tidak sejalan dengan pandangan dan maksud Tuhan sendiri. Oleh karena itu mari kita mendalami makna dari kedelapan sabda bahagia itu dari perspektif Allah sendiri.
Pertama : Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga (Matius 5:3)
Miskin di hadapan Allah artinya menyadari diri tak dapat berbuat apa-apa dan tidak mempunyai apa-apa. Kalaupun yang dia miliki sekarang, semuanya bersifat fana. Orang yang memiliki kesadaran seperti ini dalam seluruh hidupnya, ia akan senantiasa mengandalkan dan membutuhkan Allah dan karena itu ia bergantung sepenuhnya kepada Allah. Orang yang bergantung penuh kepada Allah itulah yang disebut berbahagialah!
Kedua : Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur (Matius 5:4) Semestinya, ketika seseorang sedang berkubang dalam kedosaan, dia sejatinya berada dalam kedukaan yang dahsyat. Maka dia harus keluar dari kubangan dosa itu dengan menyesali dosa-dosa dan memohon ampun kepada Tuhan. Tatkala manusia mendapatkan pengampunan dari Tuhan yang Maha rahim, maka sejatinya dia telah dihibur Allah sendiri.
Hal ini sejalan dengan kata-kata Paulus dalam 2 Korintus 7:10 :” Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian.” Atau menurut Mazmur 32:1-2a mengatakan:” Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi! Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan.”
Ketiga : Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi. Apa maksudnya? Orang yang lemah lembut adalah orang yang ramah, orang yang memiliki hospitalitas kepada orang lain, orang yang peduli bersesama.
Keempat : Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan (Matius 5:6) Yang lapar dan haus akan kebenaran adalah orang yang hatinya terbuka mau menerima nasehat orang lain dan mau membuka hati ketika mendengar firman Tuhan dan menerima-Nya sebagai pedoman hidupnya.
Kelima : Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan. Orang yang murah hati biasanya suka memberi kepada orang lain sebab ia tahu bahwa dengan memberi maka Tuhan akan memberi kepadanya berkat yang melimpah. Hal ini sudah ditegaskan dalam Amsal 11:25 :” Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum.”
Keenam : Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah Orang yang suci hatinya adalah orang yang menjaga kekudusan dirinya dengan menjalani hidup di dalam kebenaran Tuhan. Menjaga tubuhnya sebagai Tabut Perjanjian Allah dan Kenisah Roh Kudus sehingga tidak tercemar oleh noda dosa.
Sedangkan “melihat” Allah maksudnya merasakan kehadiran dan penyertaan Allah di dalam hidupnya. Surat kepada orang-orang Ibrani 12:14b jelas mengatakan:” Kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan. “
Ketujuh : Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah (Matius 5:9). Orang membawa damai menunjukkan orang yang berusaha menjalin relasi atau hubungan baik dengan orang lain sebab di mana pun ia berada maka orang lain merasakan kebaikannya. Hal ini ditegaskan oleh Paulus dalam 2 Korintus 13:11 :” Saudara-saudaraku, hiduplah dalam damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan menyertai kamu!”
Kedelapan : Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga (Matius 5:10). Orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran ialah orang yang menyadari bahwa mengikut Yesus ada harga yang harus dibayar atau ada pengorbanan yang harus dialaminya. Ia harus menyangkal dirinya, memikul salib dan mengikuti Kristus.
Melalui Sabda Bahagia, Yesus mengajarkan bahwa bila kita hendak menjadi murid-Nya, kita harus menjalani hidup ini menurut standar yang ditetapkan-Nya, dan bukan menurut standar dunia ataupun opini mayoritas. Bukan mereka yang kaya secara duniawi yang akan memperoleh kebahagiaan sejati, melainkan mereka yang miskin di hadapan-Nya, yang dengan rendah hati menyadari bahwa mereka bukan apa-apa.
Bukan pula orang yang menjalani hidup dalam kesenangan dan berusaha meniadakan penderitaan, melainkan mereka yang bersedih atas dosa mereka, namun tetap merasakan penghiburan karena Allah bersedia mengampuni kesalahan yang disesali dengan tulus. Kedua contoh yang disebutkan sudah mewakili esensi semua Sabda Bahagia: bahwa kebahagiaan sejati tidak tergantung dari hal-hal dan ciptaan yang ada di luar diri kita. Segala ciptaan bersifat fana dan tidak dapat memberikan kebahagiaan kekal. Satu-satunya sumber kebahagiaan sejati adalah Allah, karena Ia kekal dan setia pada janji-Nya. Jika kita menghayati dan menjalankan Sabda Bahagia dengan penuh perjuangan dan kesetiaan, barulah Allah akan memberikan apa yang Ia janjikan: kebahagiaan sejati.
Bapa, ibu, saudara, saudari yang terkasih, kebahagiaan sejati itu memiliki makna infinity atau yang tak pernah berakhir sebagaimana makna angka delapan dalam sabda bahagia Yesus. Angka 8, selain memiliki infinity, – yang tak pernah berakhir-, tetapi juga angka delapan itu mencerminkan kekuatan, kelimpahan dan kesuksesan. Maka siapapun yang mendengarkan sabda bahagia ini, maka orang itu akan memiliki kebahagiaan yang tiada pernah berakhir; orang itu akan mengalami kekuatan, kelimpahan dan kesuksesan, yang datangnya dari Tuhan sebagai Sumber yang tiada pernah berakhir. Maka dari itu kepada kita semua, saya serukan, Berbahagialah!