Festival Nale Mingar 2025: Tradisi, Larangan, dan Semangat Warga Menyambut Panen Laut

LEMBATA : WARTA-NUSANTARA.COM– Warga Desa Pasir Putih, Kecamatan Nagawutung, tengah sibuk mempersiapkan perayaan tahunan Festival Nale yang akan berlangsung mulai Minggu, 16 Februari 2025. Sepekan terakhir, masyarakat bergotong royong membersihkan jalan, lorong-lorong, serta menyiapkan berbagai peralatan tradisional untuk menangkap ikan Nale, seperti snel dan sebe Nale.

Kepala Desa Pasir Putih, Wenseslaus Bala Papang, menegaskan bahwa festival ini bukan sekadar pesta tahunan, tetapi juga bagian dari warisan budaya yang harus dijaga dengan penuh penghormatan. “Festival Nale bukan hanya tentang menangkap ikan, tetapi juga tentang kebersamaan, tradisi, dan penghormatan terhadap alam,” ujarnya saat ditemui di kediamannya, Sabtu (8/2).
Puncak perayaan akan dimulai dengan Misa Nale pada Minggu, 16 Februari, sebagai ungkapan syukur atas berkah laut yang diberikan. Sehari setelahnya, masyarakat memasuki masa tenang, di mana aktivitas melaut dilarang, termasuk memancing dan menyuluh. “Ini bukan hanya tradisi, tetapi juga demi keselamatan warga karena kondisi laut yang sedang ekstrem,” tambahnya.
Pada Selasa pagi, 18 Februari, festival akan dibuka dengan seremonial pembersihan koker Nale di Duang Waitobi, yang menandai kesiapan lokasi utama untuk menangkap ikan Nale. Sore harinya, Festival Nale resmi dimulai di Lopo Mingar dengan berbagai acara pembukaan.
Ketua Panitia, Agustinus Elias Sanga Kabelen, menjelaskan bahwa Festival Nale bukan sekadar perayaan lokal, tetapi juga daya tarik wisata yang menarik pengunjung dari berbagai daerah. “Kami menyiapkan berbagai acara hiburan, termasuk Nale Berdendang pada Rabu, 19 Februari, sebelum sesi kedua pengambilan Nale di sore harinya,” katanya.
Meski terbuka untuk umum, ada serangkaian larangan yang harus dipatuhi oleh peserta maupun pengunjung. Wenseslaus Bala Papang menekankan bahwa larangan ini merupakan bagian dari adat dan demi kelancaran ritual. Di antaranya, warga dilarang membawa uang atau perhiasan ke pantai, peserta yang sedang sakit atau datang bulan tidak diperbolehkan masuk ke laut, serta hanya boleh menggunakan penerangan tradisional kuum saat menangkap Nale, bukan senter atau alat modern lainnya.
“Semua ini bukan sekadar aturan, tetapi cara kita menghormati alam dan leluhur. Jika kita patuh, panen Nale akan melimpah,” tegasnya.
Selain itu, pengaturan kendaraan juga diberlakukan untuk menjaga kenyamanan dan keamanan pengunjung. Area parkir khusus telah disediakan di kawasan wisata Mingar, dengan tarif Rp2.000 untuk motor dan Rp5.000 untuk mobil. Panitia menegaskan bahwa kendaraan yang diparkir di luar area resmi menjadi tanggung jawab pemiliknya masing-masing.
Untuk membantu pengunjung yang ingin ikut menangkap Nale, panitia telah menyiapkan snel kecil seharga Rp10.000 dan snel ukuran sedang Rp15.000, serta kuum per ikat dengan harga Rp5.000. “Kami ingin semua pengunjung yang mengambil Nale merasa aman dan terpenuhi hasratnya dalam mengikuti tradisi ini,” ujar Agustinus Elias Sanga Kabelen.
Warga setempat menyambut baik persiapan festival ini dan berharap Festival Nale 2025 berjalan lancar serta mendatangkan berkah bagi semua. Dengan semangat gotong royong dan kepatuhan pada adat, mereka percaya bahwa panen Nale tahun ini akan melimpah.
“Yang terpenting adalah kebersamaan dan pelestarian budaya. Nale bukan sekadar ikan, tapi simbol dari hubungan kita dengan alam dan leluhur,” pungkas Wenseslaus Bala Papang.
Pewarta : Sabatani