MANGGARAI BARAT : WARTA-NUSANTARA.COM– Kuasa Hukum Bupati Gusti Dula, Ali Antonius. SH. MH menegaskan, pihaknya secepatnya mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Tipikor Kupang, Nusa Tenggara Timur terkait penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi jual beli aset Pemda Manggarai Barat oleh Kejaksaan Tinggi Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Pengacara Ali Antonius menilai, penetapan Bupati Gusti Dula dalam kasus itu oleh pihak Kejaksaan Tinggi NTT sangat terburu-buru. Kasus tersebut menurut Ali Antonius, jauh panggang dari api. Lahan tanah Karanga seluas 30 hektar sebagai objek perkara yang diklaim Kejaksaan Tinggi NTT sebagai aset tanah Pemda Mabar masih dipersoalkan statusnya. Asset tersebut, kata Ali Antonius, masih bersifat aset pengadaan. Bukan asset nyata.
“Kami ambil langkah untuk ajukan praperadilan. Secepatnya kami lakukan. Penetapan tersangka dalam kasusp ini jauh panggang dari api. Asetnya saja masih bersifat aset pengadaan. Belum aset riil. Pemkab Manggarai Barat, dalam hal ini, bupati sementara sedang berusaha untuk membuat aset yang potensial ini menjadi aset nyata,” tegas Ali Antonius ketika diwawancara para wartawan di teras Kantor Bupati Mabar, Kamis (14/1) petang.
Di tengah urusan inilah, lanjut dia, tiba-tiba dianggap bahwa bupati menjual aset daerah, disangkakan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan wewenang terkait pengelolaan aset daerah. “Sementara asetnya sendiri masih bersifat aset pengadaan. Bukan aset riil. Aset daerah ini kan masih jauh panggang dari api. Masih dipersoalkan statusnya. Bagaimana mungkin aset yang tidak jelas statusnya dianggap salah mengelola aset. Kan tidak logis. Penetapan tersangka sangat terburu-buru,” katanya.
Ia berharap media menyampaikan kepada publik bahwa upaya Kejaksaan Tinggi NTT merealisasikan aset yang masih bersifat aset pengadaan itu menjadi aset nyata dengan menggunakan instrumen tindak pidana koruosi (tipikor) adalah sangat berlebihan.
“Harapan saya kepada teman-teman pers, tolong sampaikan ini. Bahwa terlalu berlebihan untuk merealisasikan aset Pemda yang potensial ini menjadi aset nyata dengan menggunakan instrumen Tindak Pidana Korupsi. Terlalu berlebihan. Masih ada instrumen lain yang dilakukan, yakni instrumen keperdataan. Bukan tipikor. Ada apa di balik ini harus menggunakan instrumen tipikor,” tanya Ali Antonius
Dia jelaskan, kalaupun ada masyarakat yang mengambil tanah Pemda, umpamanya, paling penggelapan tanah Pemda. Bukan korupsi. Karena kalau korupsi, maka negara akan mengerahkan kekuatannya yang begitu luar biasa.
“Sayang sekali, uang negara dihabiskan untuk membiayai ini semua. Karena apa? Karena gara- gara mengusut kasus yang tidak jelas ini sampai memeriksa ratusan saksi. Tidak perlu sebenarnya. Untuk apa? Kalau asetnya nyata untuk apa menghabiskan anggaran negara yang begitu banyak. Bayangkan berapa uang negara yang dihabiskan untuk membiayai pemeriksaan ratusan saksi. Buang-buang uang negara,” tegasnya.
Ali Antonius kemudian membeberkan sejumlah fakta terkait tanah Karanga yang menjadi objek perkara. Diuraikan, dari tahun 1989 tanah ini tidak pernah dikuasai oleh Pemda Manggarai. “Sejak ditunjuk oleh Dalu Haji Ishaka tahun 1989 sampai sekarang, Pemda Mabar belum secara nyata menguasai tanah ini,” tandasnya.
Ali Antonius menambahkan, adapun yang menguasai tanah yang ditunjuk oleh Dalu Ishaka dari tahun 1991 adalah tanah yang sekarang dikuasai oleh Niko Naput. “Pemda tidak pernah menerima tanah yang berbukit-bukit. Haji Ishaka juga tidak pernah memberi tanah yang berbukit bukit. Karena apa, tujuan pemberian tanah ini untuk membangun Sekolah Kelautan dan Perikanan, dengan pertimbangan di pantai dataran untuk dibangun dermaga. Bagaimana mungkin bangun dermaga di tanah model berbukit-bukit,” tanya Ali Antonius.
“Betul semua tanah itu namanya Karanga, tapi Karanga yang mana? Tidak mungkin Bupati Gaspar Ehok bangun sekolah di tanah yang di gunung itu. Sangat tidak masuk akal,” kata dia. Karena itu, lanjut dia, apa yang dilakukan oleh Pemkab Mabar dalam rangka mencari dan memperoleh tanah ini. Harusnya, menurut dia, angkat jempol untuk Bupati Gusti Dula karena memiliki niat baik membangun daerah ini.
“Yang dilakukan oleh Bupati Manggarai Barat selama ini untuk mendapatkan sertifikat. Sayangnya tidak dilanjutkan dengan penerbitan sertifikat karena masih ada kendala. Bukti haknya itu belum ada. Gitu loh. Itu yang menjadi kendala selama ini. Dan tahun 2020 ini pak bupati berencana memproses lagi untuk berusaha memperoleh sertifikat, memastikan bukti hak agar bisa diambil oleh Pemerintah Daerah. Tetapi terkendala Covid-19,” terangnya.
Karena itu, lanjut Ali Antonius, pihaknya mempertanyaan kenapa tidak salahkan Gaspar Ehok. “Tidak salahkan Anton Bagul, Fidelis Pranda yang menjadi Bupati sebelumnya? Kenapa Gusti Dula yang disalahkan? Gusti Dula tidak pernah jual tanah ini. Dia tidak pernah jual tanah kepada siapa pun tanah ini. Tidak!”
Catat baik-baik, dari semula Gaspar Ehok tidak pernah menyebut berapa luas tanah ini. Luas tanah 30 hektare ini baru muncul tahun 2014. Tahun 1997 pada saat surat dibuat dan pengukuran juga tidak pernah disebutkan 30 hektar. “Tidak ada. Baru tahun 2014 baru mengatakan 30 hektare. Nah, dasar 30 hektar itu dari mana? Tidak jelas. Oleh karena itu berapa sebenarnya tanah Pemnda di Keranga? Masih debatable. Masih belum jelas,” jelas Ali Antonius.
Ia juga menegaskan, tidak ada peraturan tentang pengelolaan aset daerah yang dilanggar oleh bupati. Ia lantas bertanya, dalam kondisi seperti itu salahkah Bupati Gusti Dula? Menurut Ali, tidak ada aturan yang menunjukkan Bupati Gusti Dula salah kelola atau menyalahgunakan wewenangnya.
“Bahwa ada orang yang mengklaim tanah itu dijualbelikan, apakah itu salah bupati? Tidak dong. Bukan salah bupati. Tinggal nanti dibuktikan saja. Jaksa mestinya kominikasikan dengan bupati untuk sama-sama gugat orang-orang itu ambil kembali tanah ini. Bukan dengan menuduh melakukan tindak pidana korupsi dengan segala macam kekuasaannya yang raksasa untuk sesukanya tahan orang dan merampas hak orang untuk negara. Sangat tidak adil. Sangat melanggar hak asasi orang lain,” pungkas Ali Antonius.*** (MNN/WN-01).**